Rabu 29 Jan 2020 09:47 WIB

PAN Kritik Kebijakan 'Merdeka Kampus' Nadiem Makarim

Dunia usaha dan industri belum siap untuk bisa ikut menjalankan fungsi pendidikan.

Mendikbud Nadiem Makarim (baju abu-abu) memaparkan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, di Kantor Kemendikbud, Jumat (24/1).
Foto: Republika/Inas Widyanuratikah
Mendikbud Nadiem Makarim (baju abu-abu) memaparkan kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, di Kantor Kemendikbud, Jumat (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Anggota DPR Komisi IX Fraksi PAN, Prof Zainuddin Maliki, menyatakan menteri pendidikan Nadiem Makarim begitu banyak melempar ide perubahan kebijakan pendidikan yang undang perhatian masyarakat.Namun kebijakan itu belum bisa dicerna dengan baik oleh masyarakat.

''Salah satunya adalah soal kebijakan Merdeka Belajar yang kemudian disusul dengan kebijakan 'Kampus Merdeka' yang dilontarkannya. Tak sedikit masyarakat dibuat bertanya arah kebijakannya, karena perubahan tersebut tidak seluruhnya disertai penjelasan utuh, terutama tentang motivasi sebab dan tujuan untuk apa kebijakan itu diluncurkan," tandas Prof Zainuddn Maliki anggota DRP dari Fraksi PAN dan mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya. Dia menyoal soal ini dalam rapat dengar pendapat Komisi X dengan Menteri Nadiem Makarim, Selasa (28/01).

Pada ujungnya, lanjut Zainuddin,tak sedikit masyarakat yang kemudian memahami Merdeka Kampus hanya sebagai upaya mempersiapkan lahirnya pelaku pasar.

Semestinya Mendikbud mengelaborasi lebih mendalam korelasi 'Merdeka Kampus 'dengan pencapaian tujuan pendidikan. Tentu tujuan yang dimaksud adalah upaya terencana dalam  membangun peradaban dan memanusiakan manusia Indonesia sebagaimana yang dikandung maksud oleh falsafah Pancasila. "Tujuan inilah yang kurang penjelasannya dari Mendikbud," tambahnya pula.

Kebijakan Kampus Merdeka diwujudkan dalam empat hal, meliputi pembukaan program studi baru, sistem akreditasi, perguruan tinggi badan hukum dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

Kemdikbud dalam pendirian program studi baru lebih banyak menyarankan bermitra dengan pasar, terutama dengan perusahaan kelas dunia seperti Royal Dutch Shell, perusahaan teknologi global, startup teknologi, organisasi multilateral seperti Bank Dunia, di samping BUMN dan BUMD.

"Dari sini lalu yang terbangun opini Menteri Nadiem hanya hendak mencetak pelaku pasar," tandasnya.

Pelaku pasar memang dibutuhkan. "Tetapi jangan lupa pendidikan itu bukan hanya untuk melahirkan tukang, tetapi membangun peradaban," ujarnya mengingatkan.

Adapun kebijakan Kampus Merdeka yang dijabarkan dalam bentuk hak belajar tiga semester di luar program studi, kebijakan ini merupakan keputusan yang baik.

"Melalui program ini mahasiswa bisa belajar di tengah-tengah kehidupan nyata," ujar mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.

Belajar secara otentik dengan membawa mahasiswa ke tengah-tengah kehidupan nyata adalah strategi pembelajaran yang efektif. Mahasiswa tidak bisa hanya mempelajari apa yang ada dalam kurikulum. Mahasiswa harus belajar tentang hidup dan kehidupan nyata. Oleh karena itu sudah benar jika mahasiswa diberi hak mengambil mata kuliah tiga semester di luar prodi seperti magang atau praktik kerja, riset, mengembangkan proyek, atau mengembangkan kegiatan wirausaha.

Hanya saja, demikian Zainuddin Maliki mengingatkan, kebijakan ini tentu perlu dipersiapkan dengan matang. Masalahnya masyarakat, terutama dunia usaha dan industri belum siap untuk bisa ikut menjalankan fungsi pendidikan.

Ironisnya, kata Zainuddin, tak sedikit mahasiswa internship tidak diberi tugas sesuai program studinya. Bahkan jarang mahasiswa prodi pertambangan tetapi selama magang tugasnya hanya disuruh menyiapkan minuman atau menerima tamu.

"Dunia usaha dan industri umumnya memang belum punya tenaga yang bisa diberi tugas mendampingi mahasiswa sesuai prinsip-prinsip pedagogis sehingga belum bisa capai tujuan pemagangan yang diinginkan," pungkasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement