REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Dian Fath Risalah
Komisi III DPR pada Senin (27/1) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam rapat itu anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Benny K Harman mencecar pimpinan KPK terkait keberadaan tersangka kasus korupsi suap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Harun Masiku.
Benny menduga ada pihak yang sengaja menyembunyikan Harun. Sejak 6 Januari 2020, Harun yang adalah kader PDIP, diketahui terbang ke Singapura dan telah kembali ke Jakarta sehari setelahnya, namun hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
"Pak tolong Masiku ini jangan terus disembunyikan, tangkap dia sudah, ya bisa saja Tuhan sembunyikan dia atau setan yang sembunyikan Masiku, ya kan? Lalu mau siapa lagi?," kata Benny.
Benny berharap tidak muncul kesan di publik bahwa KPK lumpuh di hadapan partai penguasa. Menurutnya, kasus Harun Masiku diharapkan menjadi momentum bagi KPK untuk membuktikan bahwa KPK independen dan tidak di bawah tekanan penguasa.
"Masak seorang Masiku ini tidak bisa kita temukan, sedih saya. Kasus terorisme besar 3x24 jam gampang sekali dapatnya," ujar Benny.
Maka dari itu, ia meminta KPK tak menyembunyikan hal-hal yang berkaitan dengan kasus yang sedang dalam penyidikan. Agar publik tak lagi ragu dengan kerja dari komisi antirasuah era Firli ini.
"Ini adalah momentum KPK punya otonomi atau tidak, di bawah tekanan penguasa atau tidak," ujar Benny.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmon J Mahesa menilai bahwa, saat ini KPK belum sempurna. Kesempurnaan belum tampak dari prosedur izin penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan yang harus diajukan ke Dewas KPK terlebih dahulu. Apalagi, KPK era Firli Bahuri belum melakukan penyadapan sama sekali.
"Agak prematur bagi saya untuk memvonis berlebihan, semua teknis mekanisme belum sempurna, kode etik dewas belum ada, mekanisme perizinan yang dimohonkan," ujar Desmon di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).
Meski begitu, ia menilai rapat dengar pendapat kali ini menjelaskan bahwa kesimpulan KPK telah dilemahkan belum dapat dibuktikan. Sebab, kerja KPK saat ini belumlah dapat diukur.
"Kita uji, toh tahun ini dan tahun depan akan membuktikan apakah ini akan lebih baik atau lebih buruk," ujar Desmon.
Ia berharap KPK dapat membuktikan kerjanya dengan memfokuskan diri pada pencegahan, bukan hanya penindakan. Pasalnya, publik saat ini menilai bahwa KPK dilemahkan dengan hadirnya sejumlah hal, seperti dewas dan izin penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan.
"Jadi jangan sampai langkah-langkah mundur, ada yang tersembunyai atau disembunyikan makanya saya siap kejar," ujar Desmon.
"Agar masyarakat juga bisa menilai betul dilemahkan karena undang-undang atau betul dilemahkan oleh Dewas, yang secara perizinan sangat birokrat," lanjutnya.
[video] ICW Menilai KPK tak Tegas Terhadap Kasus Harun Masiku
Ketua KPK Firli Bahuri sempat menjawab pertanyan yang dilontarkan Benny K Harman. Firli menegaskan, bahwa KPK telah mengupayakan pencarian Harun Masiku.
Bahkan, Firli menyebut pencarian sudah dilakukan hingga ke rumah istri dan mertua Harun. Namun, dirinya enggan menjelaskan ke publik terkait proses pencarian seorang tersangka.
"Saya enggak mungkin menyampaikan proses Pak, orang tidak suka dengan prosesnya, orang maunya hasil, begitu banyak kita jelaskan kalau proses, orang akan bilang yang penting tertangkap. Jadi kita tidak sampaikan proses-proses pencarian orang," jelasnya.
Firli menjelaskan, timnya berusaha keras mencari keberadaan Harun. Ia juga menegaskan, KPK akan menindak siapa pun yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK.
Ia membantah adanya kongkalikong atau kerja sama antara lembaganya dan Kementerian Hukum dan HAM, untuk memyembunyikan Harun Masiku.
"Asa kongkalikong antara KPK dan Menkumham, tidak ada. Untuk apa kita menyembunyikan orang, tidak ada kepentingan kita dengan Masiku itu," ujar Firli.
Dalam rapat tersebut, Firli juga mengklarifikasi bahwa pernyataan Harun berada di luar negeri sejak 6 Januari 2020, bukan dinyatakan oleh KPK. Ia menyebut pernyataan itu dikeluarkan oleh pihak Kemenkumham.
"Silakan Menkumham yang di ekspos, karena itu di luar domain saya. Walaupun saya tahu diberitahu oleh Menkumham, tapi saya tidak pernah bicara," ujar Firli.
Berbicara terpisa, Plt Jubir KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri menyebut tak mungkin bila lembaga antirasuah menyembunyikan politisi PDIP tersebut. Dalam upaya memburu Harun, menurut Ali, KPK dengan dibantu aparat kepolisian menyisir sejumlah daerah.
"Kami sedang upaya terus menerus ke daerah-daerah. Kami di berbagai tempat dan wilayah berdasarkan informasi masyarakat, tapi hasilnya sampai hari ini belum ada hasil yang bisa disampaikan," ungkapnya.
KPK, sambung Ali, berkepentingan untuk menangkap Harun karena menyangkut penuntasan perkara yang juga menjerat mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, kader PDIP Saeful Bahri dan mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina tersebut. Menurut Ali, KPK berharap dapat segera menangkap Harun sehingga penyidikan kasus ini dapat segera dituntaskan.
"Kami punya ketentuan penyelesaian berkas perkara yang saat ini sedang berjalan. Hari bahkan penahanan tiga tersangka, WSE (Wahyu Setiawan), ATF (Agustiani Tio Fridelina) dan SAE (Saeful) telah diperpanjang selama 40 hari ke depan. Kami penyidik KPK berkenpentingan menyelesaikan berkas perkara dengan cepat sehingga bisa dilimpahkan ke persidangan. Jadi sama sekali tidak menyembunyikan keberadaan tersangka," tegas Ali.
Dalam perkara suap terkait PAW anggota DPR, KPK menetapkan mantan KPU Wahyu Setiawan dan tiga tersangka lainnya. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam PAW caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun, dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.
PDIP Melawan, KPK Tersandung Izin