Senin 27 Jan 2020 21:58 WIB

Masih Ada Kendala Penegakan Hukum untuk Pekerja Migran

MigranCare mencatat 21 kasus pekeraja migran berkaitan dengan perdagangan manusia.

Direktur Migran Care Wahyu Susilo.
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Direktur Migran Care Wahyu Susilo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Migrant Care masih melihat ada permasalahan dalam penegakan keadilan dalam kasus-kasus yang dialami oleh pekerja migran Indonesia. Permasalahan itu terutama yang terkait dengan perdagangan manusia.

"Khususnya dalam kasus human trafficking kita juga mengalami kendala-kendala memang adanya akses keadilan yang masih jauh, dialami oleh pekerja migran, tetapi impunitas yang masih terus dinikmati oleh para pelakunya," kata Direktur Eksekutif MigrantCare Wahyu Susilo dalam diskusi tentang proyeksi isu pekerja migran yang dilakukan di Jakarta Pusat, Senin (27/1).

Baca Juga

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Migrant Care, selama 2019 mereka mencatat 21 persen kasus yang dialami oleh pekerja migran Indonesia berkaitan dengan indikasi perdagangan manusia, presentasi terbesar dari semua kasus. Tren kasus terbanyak kedua adalah permasalahan kontrak kerja dengan 17,6 persen dan penipuan berada di posisi ketiga dengan 17 persen.

Menyoroti kasus selama 2019, MigrantCare mengatakan Indonesia sebenarnya memiliki preseden baik dalam penegakan kasus perdagangan orang dengan mengambil contoh keputusan Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan EH, pekerja migran yang dijebak bekerja di daerah konflik Suriah dan Irak.

Akan tetapi, di tahun yang sama pula MigrantCare masih menerima laporan kasus kriminalisasi terhadap pekerja migran Indonesia. Mereka diduga menjadi korban perdagangan orang ketika terdapat kasus deportasi delapan pekerja perempuan Indonesia dari Malaysia yang dilanggar haknya oleh perusahaan.

Selain itu, tingginya angka kematian pekerja migran Indonesia menjadi cerminan akan masih jauhnya jaminan perlindungan dan kesehatan pekerja migran ketika berada di luar negeri. Wahyu mengambil contoh bagaimana sepanjang 2019 terdapat 121 jenazah migran asal Nusa Tenggara Timur yang dipulangkan ke daerah asalnya.

Angka itu meningkat dibanding pada 2018 ketika 105 jenazah dipulangkan ke daerah tersebut. Permasalahan perlindungan hukum itu juga disoroti oleh Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara, yang juga menghadiri diskusi tersebut.

"Problem yang dihadapi ada juga penegakan hukum ketika kemudian buruh migran berhadapan dengan hukum dia tidak mudah mengakses bantuan hukum. Sangat susah, berlapis-lapis kemudian bisa jadi akses bantuan hukum menjadi jauh lebih berat dari pada akses-akses yang lain," kata Beka.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement