REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan adanya kemungkinan bahwa KPK akan menghentikan sejumlah kasus.
Pasalnya, lembaga yang ia pimpin memiliki tunggakan penanganan kasus korupsi sebanyak 113 perkara selama 2008-2020.
"Perkara ini akan dilakukan evaluasi apakah akan dihentikan atau dilanjutkan penyidikannya. Atau apakah akan dilimpahkan kepada instansi berwenang lain," ujar Firli di ruang rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1).
Nantinya, KPK akan mengevaluasi sejumlah perkara yang dinilai tidak layak untuk dilanjutkan. Firli mengaku tak ingin membuat nasib tersangka terkatung-katung tanpa ada kepastian hukum.
"Kita tak mau menggantung-gantung status orang. Bahkan ada yang meninggal dunia masih tersangka juga, itukan tidak boleh," ujar Firli.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu menjelaskan, kasus akan dihentikan dengan landasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni jika tidak memenuhi unsur tindak pidana dan tidak cukup alat bukti. Dengan begitu KPK bisa menghentikan kasus yang tidak ditemukan kerugian negara.
"Tersangka adalah karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan cukup atau diduga sebagai pelaku pidana. Kalau tidak ada ya kita hentikan saja," ujar Firli.
Namun jika kasus dilanjutkan, KPK akan menerbitkan surat perintah penyelidikan lanjutan. Jika penyelidikan dilanjutkan, pihaknya tentu akan meminta izin untuk menyita, menggeledah, dan menyadap kepada Dewan Pengawas.
"Sampai hari ini kita tidak melakukan penyadapan. Kalau ada surat perintah penyelidikan baru yang akan penyadapan tentu kami akan ajukan proses ke dewan pengawas," ujar Firli.