Sabtu 25 Jan 2020 12:57 WIB

Keraton Hingga Kekaisaran, Cuma Pemerintahan Halu?

Kemunculan keraton fiktif sama seperti calon presiden fiktif.

Esthi Maharani
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*

Publik dikejutkan dengan kemunculan Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire. Keraton Agung Sejagat berada di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pada Ahad (12/1) mereka menggelar Sidang Kraton Agung Sejagad dari pukul 20.00 sampai dengan 23.49. Acara diisi dari mulai penganugerahan 13 Resi hingga pembacaan silsilah tanah jawa sebagai ibu bumi Mataram, tanah tertua nusantara.

Sidang Keraton dipimpin (Rakai Mataram Agung Jaya Kusuma Wangsa Sanjaya / Totok Santoso Hadiningrat). Keraton Agung Sejagat ini mulai dikenal publik setelah mereka mengadakan acara Wilujengan dan Kirab Budaya yang dilaksanakan dari Jumat (10/1) hingga Ahad (12/1).

Keraton Agung Sejagat, dipimpin oleh seseorang yang dipanggil Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu yang memiliki nama Dyah Gitarja. Pengikut dari Keraton Agung Sejagat ini diklaim mencapai sekitar 450 orang.

Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat. Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.

Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang Barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518. Joyodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan Barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II dan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

Beberapa pekan kemudian muncul Sunda Empire atau Kekaisaran Sunda di Kota Bandung, Jawa Barat.  Seperti pendahulunya, kabar tentang Sunda Empire juga sempat beredar di media berbagi video Youtube setelah diunggah oleh Alliance Press International dan media sosial lainnya. Namun, saat dicek kembali di akun tersebut, video-video yang diunggah telah dihapus.

Beberapa pengguna Youtube lainnya masih menyajikan tayangan video "Sunda Empire". Dalam sejumlah video tentang Sunda Empire, terdapat belasan orang yang memakai atribut seragam berwarna biru tua dengan menggunakan baret merah. Salah seorang yang diduga menjadi pimpinan tengah berorasi dihadapan anggotanya.

"Artinya state Amerika di bawah kingdom, artinya koloni. Brunei di bawah state, artinya republik dibawah koloni. Itu harus disadari dunia bahwa negara itu tidak selevel. Kalau Republik 5 tahun sekali pemilu, kalau koloni 15 tahun laporan pertanggungjawaban kalau state 30 tahun. Kalau empire sampai dunia kiamat," ujar tokoh Sunda Empire itu.

Kemunculan ‘pemerintahan fiktif’ ini tentu saja menarik perhatian. Dalam sekejap, muncul klaim cabang keraton dan kekaisaran dimana-mana. Dalam sekejap, ‘pemerintah betulan’ bergerak lewat polisi dan pemda. Dalam sekejap pula, netizen Indonesia bisa sangat diandalkan untuk mencari seluk beluk kedua ‘pemerintahan halu’ tersebut.

Tak sampai hitungan minggu, terbongkarlah modus penipuan. Para pengikutnya ditipu dengan dimintai iuran Rp2 juta-110 juta untuk mendirikan Keraton Agung Sejagat. Mereka diimingi akan mendapatkan anugerah dari Tuhan. Termasuk mendapatkan jabatan dalam Keraton mulai dari maha patih, maha menteri, gubernur, lurah, punggawa dan sebagainya. Mereka juga dijanjikan akan dibuatkan seragam pasukan kerajaan.

Selain itu, terbongkar juga unsur utang piutang Keraton Agung Sejagat. Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat diduga memiliki utang senilai Rp 1,3 miliar dengan salah satu pihak bank. Ia juga akhirnya minta maaf karena meresahkan warga. Sedangkan Kekaisaran Sunda masih dalam proses penyelidikan aparat dan netizen +62. Mungkin arahnya tidak jauh berbeda dari pendahulunya.

Kemunculan Keraton Agung Sejagat dan Kekaisaran Sunda ini sedikit mengingatkan saya pada fenomena yang hampir serupa jelang Pilpres 2019 yaitu kemunculan calon presiden dan wakil presiden fiktif bernama Nurhadi-Aldo. Kemunculan keduanya sempat menarik perhatian dan dianggap sebagai oase di tengah sumpeknya pertarungan pilpres terlepas dari kemasannya yang kadang cabul dan seksis.

Kalau teringat itu, saya jadi membandingkannya dengan keberadaan keraton dan kekaisaran fenomenal di awal tahun 2020 ini. Jangan-jangan, keduanya memang muncul sebagai kejenuhan dan kejumudan pada pemerintahan betulan dan ingin mempunyai pemerintahan yang bisa diatur sendiri, sesuka hati, tidak punya beban, dan punya modus penipuan serta utang piutang. Eh kok sepertinya isi dan kondisinya hampir sama ya, cuma kemasannya saja yang sedikit berbeda.

Eh, kok jangan-jangan saya ikutan halu juga ya. Eh kok jangan-jangan saya kehilangan kemampuan membedakan mana yang halu dan mana yang enggak ya. Ah, biarlah. Suka-suka saya.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement