REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tampil dengan dengan kostum koki, lengkap dengan apron dan topi memasak. Ia cukup lihai mengolah bahan, mencampur bumbu, dan mengaduk nasi di dalam penggorengan. Dengan telaten ia menyiapkan sendiri nasi goreng buatannya ke sejumlah piring yang sudah disediakan di lantai III gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (20/1) sore.
Ia pun mengajak pimpinan KPK lainnya, para dewan pengawas, dan pegawai KPK untuk mencicipi nasi goreng ala Firli. Menurut dia, acara masak Ketua KPK ini digagas sebagai salah satu sarana menjalin komunikasi antarindividu di bawah lembaga antirasuah.
"Saya senang memasak. Dulu di Sumatra, di Palembang, juga terkenal dengan nasi goreng kapolda," ujar mantan kepala Polda Sumatra Selatan itu. Firli pun disambut senyuman bahkan ucapan terima kasih dari para penikmat "nasi goreng ketua KPK" di Gedung Merah Putih.
Namun, jauh di luar gedung, aksi Firli dinilai tak pantas dipuji. Ia pun menuai kritikan. Ada Harun Masiku yang ditunggu kabarnya ataupun kantor PDI Perjuangan yang sampai saat ini belum berhasil digeledah KPK. Dua masalah yang menyita perhatian itu cukup untuk mengkritik Firli.
Satu pekan yang lalu, penyidik KPK gagal memasang garis polisi di gedung PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta. Sementara itu, tersangka utama pemberi suap kepada komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pergantian antarwaktu, yakni caleg DPR Harun Masiku, belum ditemukan. Aparat mengatakan Masiku di luar negeri, sementara media menumukan fakta Masiku ada di Indonesia sejak hari penangkapan, Rabu (8/1).
Maka, sepandainya koki Firli mengolah nasi dengan bahan lainnya, kepandaian itu tak menjawab keresahan masyarakat terkait isu "KPK mati suri". Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhani bahkan menilai akan lebih baik jika pimpinan KPK menjelaskan duduk persoalan polemik surat izin penggeledahan kantor PDIP daripada mengaduk nasi di penggorengan.
"Publik menduga hambatan atas pengiriman surat penggeledahan tersebut justru berasal dari pimpinan KPK itu sendiri, bukan dari dewan pengawas," kata Kurnia menegaskan. "Untuk itu, acara yang bersifat seremonial tersebut baiknya dihindari di saat kondisi seperti ini."
Mantan pimpinan KPK Bambang Widjajanto menilai Ketua KPK itu sedang meninggikan kerendahan empatinya kepada publik yang masih murka. Publik, kata dia, murka terhadap ketidakmampuan pimpinan KPK mengorkestrasikan upaya pemberantasan korupsi.
"Ketua KPK seharusnya mengolah dan memasak ramuan antikorupsi yang ditunjukkan melalui apa program strategis KPK dan ketegasan KPK menghadapi brandalisme koruptor and their gangs untuk hadapi masivitas korupsi di era reformasi yang kian nyata dan tak terbantahkan," kata Bambang menegaskan.
Menuru dia, yang diperlukan para penyelidik dan penyidik KPK adalah jangan sampai mereka dibuat tak berdaya dan dicundangi hanya oleh satpam, kemudian diubrak-abrik kehormatannya dengan berbagai tuduhan oleh para "sahabat" dan pihak yang diduga mastermind korupsi. Pimpinan KPK, kata dia, harusnya membela para penyelidik dan penyidik itu, bukan disuguhi perilaku selebrasi naif yang tak penting.
"Ketua KPK, hari ini tugas utamamu adalah nyalakan nyali KPK untuk lawan koruptor dan bukan malah mematikan elan izzah insan KPK di hadapan koruptor, sang musuh abadi kehidupan," tuturnya.
Bambang menduga Ketua KPK tengah menyulut kepongahan. "Selamat datang, kekonyolan. Percayalah, korupsi takkan bisa kau habisi dengan ribuan piring dari nasi gorenganmu karena yang perlu kau goreng hingga gosong, hangus, dan kering kerontang adalah para koruptor, bukan nasi," ucap Bambang.
Menanggapi kritikan tersebut, Firli malah berseloroh tentang pengabdian seorang kesatria dalam sepi dan sunyi. "Kami kerja, kerja, dan kerja. Sepi ing pamrih, rame ing gawe. Terus dan teruslah, jangan pernah berhenti berniat dan berbuat baik dan menebar kebaikan. Jangan pernah berhenti untuk melakukan kebaikan sekalipun Anda tidak akan pernah disebut orang baik karena di balik kebaikan selalu saja ada fitnah," ujar Firli.
Ia juga menegaskan, jabatannya merupakan amanah yang diberikan untuk mengabdi kepada NKRI. "Kami kerja profesional dengan bukti permulaan yang cukup, bukan map kosong," katanya menambahkan. n dian fath risalah, ed: ilham tirta