Kamis 23 Jan 2020 09:03 WIB

Banjir Menurut Teologi Aswaja

Ada dua pandangan terkait banjir; ketidakbecusan pemerintah dan sunnatullah.

Ustaz Rakhmad Zailani Kiki
Foto:

Teologi Mu`tazilah

Mu`tazilah adalah paham yang menganggap bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi. Karena itu, penganut paham ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Alquran dan juga hadits secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat Islam.

Menurut paham Mu`tazilah, Allah subhanahu wa ta'ala memang telah menciptakan kondisi rawan bencana, terutama banjir, di beberapa daerah di Indonesia, seperti di DKI Jakarta, jadi tidak ada campur tangan-Nya lagi ketika bencana terjadi, apalagi dikait-kaitkan dengan murka-Nya. Kesalahan manusialah biang keladinya, baik kesalahan konstruksi, kesalahan tata letak, kesalahan karena merusak ekosistem dan alam, dan sebagainya.

Menurut penganut teologi ini, Allah subhanahu wa ta'ala. tidak menyukai kerusakan, dan tidak menciptakan perbuatan hamba, tetapi hambalah yang melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan yang dilarang-Nya dengan qudrah (daya) yang diberikan dan diletakkan Allah Swt. Kepada mereka, Allah subhanahu wa ta'ala mengayomi segala kebaikan yang diperintahkan dan berlepas diri dari segala kejahatan yang dilarang-Nya.

Kesalahan ada pada mereka yang menghuni wilayah rawan banjir jadi segala risiko harus mereka tanggung. Tidak perlu mengkait-kaitkan bencana banjir dengan murka-Nya karena sekali lagi, Allah subhanahu wa ta'ala selalu menghendaki kebaikan kepada makhluk-Nya.

Jika ingin tidak terkena banjir, lakukanlah segala upaya untuk tidak terkena banjir, seperti membuat waduk, membuat tanggul, melakukan normalisasi atau naturalisasi sungai-sungai, membuat sodetan, membersihkan sampah, dan lain-lain. Dengan kata lain, bencana banjir itu mutlak kesalahan manusia!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement