Selasa 21 Jan 2020 15:06 WIB

Baleg DPR Belum Baca Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja beredar di kalangan wartawan.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Adinda Pryanka/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI masih enggan berkomentar soal beredarnya draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Sejumlah poin dalam draf tersebut dianggap kontroversial, termasuk penghapusan syarat sertifikasi halal.

"Saya tidak bisa berkomentar sebelum ada draf yang pasti karena kita  tidak, hukum itu tidak asumsi, harus pasti. Saya malah belum dapat, saya tidak mau kita bicara padahal dokumen bukan pada dokumen resmi diserahkan," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Rieke Dyah Pitaloka di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1).

Baca Juga

Rieke menyebut memilih menunggu dokumen resmi. Ia mengklaim, dokumen yang beredar belum diketahui keabsahannya. Meskipun, sehari sebelumnya, pada Senin (20/1), Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebut, draf sudah dikirim ke DPR RI.

"Kita tunggu dokumen resminya , kalau sudah ada dokumen resminya pasti kita sampaikan juga ke publik tapi kita tidak akan berasumsi," klaim Rieke.

Sejauh ini, Rieke menyatakan, Baleg DPR sudah mengumpulkan fraksi dan pimpinan komisi untuk memuluskan 50 RUU sebagai program prioritas di tahun 2020 agar segera disahkan di paripurna. Empat di antaranya adalah Omnibus Law, yakni RUU Cilaka, Kefarmasian, Perpajakan dan Investasi UMKM.

Salah satu poin yang menjadi sorotan, dalam draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang beredar, pemerintah menghapus sejumlah pasal dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Penghapusan tersebut tertulis dalam pasal 552 draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

"Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," bunyi pasal 552 draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang diterima Republika.co.id, Selasa (21/1).

Pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2014 berbunyi, "Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal". Selain pasal 4, Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja juga mencabut pasal 29, pasal 42, pasal 44 yang menjadi turunan pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2014.

Berikut bunyi masing-masing pasal yang dicabut:

Pasal 29

(1) Permohonan Sertifikat Halal diajukan oleh Pelaku Usaha secara tertulis kepada BPJPH.

(2) Permohonan Sertifikat Halal harus dilengkapi dengan dokumen: a. data Pelaku Usaha; b. nama dan jenis Produk; c. daftar Produk dan Bahan yang digunakan; dan d. proses pengolahan Produk.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 42

(1) Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan komposisi Bahan.

(2) Sertifikat Halal wajib diperpanjang oleh Pelaku Usaha dengan mengajukan pembaruan Sertifikat Halal paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembaruan Sertifikat Halal diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 44

(1) Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat Halal.

(2) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sertifikasi halal diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pereknonomian mengklarifikasi terkait beredarnya Draf Rancangan Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja di berbagai media massa. Menurutnya, RUU tersebut bisa dipastikan bukan draf resmi dari pemerintah, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono menuturkan, draft RUU yang sedang dalam proses finalisasi berjudul Cipta Lapangan Kerja. Sedangkan, draf RUU yang beredar berjudul Penciptaan Lapangan Kerja.

"Sudah dipastikan bukan dari pemerintah," tuturnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (21/1).

Selain itu, Susiwijono menamabahkan, Kemenko Bidang Perekonomian juga tidak pernah menyebarluaskan draf RUU Omnibus Law dalam bentuk apa pun sampai proses pembahasan selesai. Sesuai mekanisme penyusunan Undang-Undang (UU), Susiwijono mengatakan, pemerintah sudah merampungkan substansi RUU Cipta Lapangan Kerja. Draf itu juga telah diusulkan oleh Pemerintah kepada Badan Legislasi Nasional DPR RI untuk dicantumkan dalam Program Legislasi Nasional.

“Berdasarkan informasi jadwal Sidang di DPR RI, hari ini DPR RI akan menetapkan Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020,” katanya.

Setelah DPR RI menetapkan RUU Cipta Lapangan Kerja tercantum dalam Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020, pemerintah segera menyiapkan Surat Presiden (Surpres) kepada Ketua DPR RI.

Presiden akan menyampaikan Surpres tersebut kepada Ketua DPR RI, disertai dengan draft Naskah Akademis dan RUU Cipta Lapangan Kerja. "Sampai saat ini, Surat Presiden tersebut belum disampaikan," tutur Susiwijono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement