REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Febrianto Adi Saputro, Mimi Kartika, Arif Satrio Nugroho
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meyakini tersangka kasus dugaan suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku akan kembali ke Indonesia. Diketahui, caleg dari PDIP itu masih buron hingga kini.
"Sebagaimana pengalaman saya sebagai Deputi Penindakan KPK bila ada tersangka yang kabur ke luar negeri pasti akan kembali," kata Firli di Gedung KPK Jakarta, Jumat (17/1) malam.
"Karena apa? Karena pelaku koruptor itu berbeda dengan pelaku pembunuhan yang siap tidur di hutan dan juga pelaku teror. Kalau pelaku korupsi akan berapa uang negara yang dia bawa, akan kembali ke Indonesia. Tinggal kita meminta bantuan aparatur penegak hukum khususnya Polri karena mereka punya jejaring," terangnya.
Hingga akhir pekan lalu, kata Firli, penyidik KPK tetap melakukan pencarian dan berupaya untuk melakukan penangkapan terhadap Harun. Menurut Firli, KPK juga sudah menandatangani permohonan bantuan pencarian dengan aparat penegak hukum, termasuk meminta bantuan dengan jalur-jalur diplomatik untuk mencari keberadaan Harun.
Pada Kamis (9/1), KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait PAW anggota DPR RI periode 2019-2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai sosok Harun yang sampai saat ini masih buron adalah sosok yang 'sakti'. PDIP diharapkan membantu KPK mencari tahu keberadaan Harun.
"Biasanya kasus OTT sebelumnya, pelaku dan pihak-pihak terkait langsung dicokok bersama," kata Adi kepada Republika, Jumat (17/1).
Koordinator Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta (kanan) berjalan menuju ruang pengaduan masyarakat setibanya di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Selain itu, ia berpendapat bahwa kasus Harun Masiku tidak akan mempengaruhi apa pun ke PDIP secara elektoral. Menurutnya, publik sudah merasa terbiasa dengan kasus korupsi yang dilakukan kader partai.
"Apalagi banyak orang yang tidak tahu siapa Harun Masiku. Dia hanya caleg PDIP tapi tak familiar. Namanya mencuat karena jadi buruan KPK," ujarnya.
Kemudian, sebagai partai pemenang pemilu, PDIP tetap solid meski sedikit tercoreng dengan kasus ini. Ia menambahkan, Harun juga bukan aktor penting partai sehingga kasusnya tak akan berefek signifikan ke PDIP.
Salah satu tim hukum PDIP, Maqdir Ismail mengaku tak mengetahui keberadaan Harun. Maqdir berdlih, dia bukan penasihat hukum pribadi Harun.
"Saya enggak tahu Harun karena saya bukan penasihat hukumnya Harun," ujar Maqdir di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (19/1).
Sementara itu, apabila KPK memanggil pihak PDIP, tim hukum PDIP akan melihat siapa dan hubungannya dengan kasus suap tersebut. Apakah orang PDIP yang dipanggil itu berkaitan dengan sangkaan KPK atau tidak.
Maqdir mengaku belum ada komunikasi lebih lanjut dengan PDIP terkait langkah selanjutnya yang akan ditempuh. Setelah tim hukum PDIP mendatangi Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Kamis (16/1) lalu.
"Kami sudah ke dewas tapi belum ada apa-apa. Saya kira nantilah yah, kita belum fix apa yang hendak kita lakukan ini kan pembicaraan mengenai ini terus kita lakukan," lanjut Maqdir.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, PDIP menyerahkan sepenuhnya kasus Harun Masiku ke KPK. Ia menolak berkomentar lebih lanjut soal apakah PDIP turut mengimbau maupun membantu Harun Masiku untuk kembali ke Indonesia.
"Kita tunggu dia datang saja. Kita tunggu. Serahkan kepada KPK untuk mengejarnya. Ya itu tim hukum saja yang membahas. Saya Menkumham," ujar Yasonna yang juga Ketua DPP PDIP bidang Hukum dan Perundang-undangan.
Jejak Harun Masiku