REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya memerlukan solusi yang terintegrasi. Pasalnya, banjir di Jakarta dapat dipicu oleh tiga hal yakni, meningkatnya debit air dari hulu, hujan lokal, serta rob yang terjadi di wilayah hilir.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan, penanganan persoalan banjir di Jakarta dan sekitarnya perlu solusi secara komprehensif dan terintegrasi. Menurutnya ini kerja semua pemerintah di kawasan Jabodetabek, jadi tidak bisa hanya dilimpahkan kepada pemerintah Jakarta semata.
"Kita perlu duduk bersama dan bersinergi. Pemerintah daerah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta harus melakukan langkah bersama. Setelah ini kita juga akan undang pakar," kata Taufik, Sabtu (18/1) malam.
Hal ini disampaikan Taufik saat diskusi yang mengangkat tema "Banjir dan Manajemen Bencana", yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Korps Alumni Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi DKI Jakarta. Diskusi terbuka tersebut digelar di Gedung KNPI DKI Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (18/1) malam.
Taufik menyoroti, salah satu yang perlu segera dituntaskan adalah upaya menambah kapasitas di Kali Adem, termasuk dengan melakukan pengerukan sedimen lumpur. Sebab, Kali Adem menjadi hilir Kali Ciliwung setelah melalui Pintu Air Manggarai dan Kanal Banjir Barat.
"Kalau di hilir bagus, maka air juga akan cepat mengalir ke laut. Sebanyak 13 sungai di Jakarta ini kewenangannya ada di Kementerian PUPR," ujar Taufik yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPD Korps Alumni KNPI DKI Jakarta.
Menurutnya selama penanganan banjir di Jabodetabek tidak terintegrasi, makan akan sangat sulit banjir ditangani. Terutama apabila persoalan banjir hanya dilimpahkan ke Pemerintah Daerah DKI Jakarta semata.
Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna menuturkan, banjir yang terjadi di Jakarta pada awal tahun memang faktor utamanya disebabkan oleh curah hujan ekstrem yang mencapai 377 milimeter/hari. Curah hujan tersebut sangat tinggi dan jarang terjadi, bahkan disebut intensitas hujan 1.000 tahunan.
"Saat ini memang saatnya seluruh pemangku kepentingan melakukan evaluasi. Kita persiapkan lagi dengan baik saluran mikro dan makro, memperbanyak lubang biopori dan sumur resapan," kata Yayat.
Selain itu, sambung Yayat, perlu 'early warning system' yang lebih baik lagi dibandingkan saat banjir terjadi awal Januari 2020. "BMKG kan sudah bisa memprediksi, biasanya puncak musim hujan terjadi awal tahun hingga Maret. Saya usul itu dijadikan Bulan Gerakan Siaga Bencana agar semua lebih waspada," ujar dia.
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Yusmada Faizal menyebut, pada 1 Januari 2020 tinggi muka air (TMA) di Pintu Air Manggarai pada pukul 00.00 WIB masih 625 sentimeter. Kemudian, terang dia, hanya dalam waktu lima jam meningkat menjadi 925 sentimeter. "Ini pertama terjadi sejak 30 tahun saya bertugas di Pemprov DKI," kata Yusmada.
Menurut Yusmada, penanganan banjir yang dilakukan jauh lebih baik dari sebelumnya. Banjir juga tidak sampai menggenangi kawasan Bundaran HI dan Istana. melalui infrastruktur yang ada saat ini, penanganan manajemen bencana banjir jauh lebih baik, air cepat surut dan jumlah pengungsi tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya dengan indikator curah hujan ekstrem.
"Kami juga melakukan penanganan banjir dan rehabilitasi pascabanjir dengan komprehensif. Sekarang menjadi fokus kita untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, salah satunya kita akan meremajakan pompa-pompa air," ujar dia.
Sampah Menumpuk
Sementara, sampah menjadi salah satu penyebab genangan saathujan mengguyur wilayah DKI JakartaSelatan sejak Jumat (17/1) malam hingga Sabtu(18/1) pagi. "Sampah salah satunya, saat petugas melakukan pembersihan masih ditemukan banyak sampah di saluran air," kata Kepala Seksi Pemeliharaan Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kota Jakarta Selatan, Junjung.
Beberapa lokasi genangan yang banyak ditemukan sampah, antaralain, kolong Jembatan Semanggi, Jalan Gatot Subroto depan Balai Kartini dan depan Dinas Pendidikan di Setiabudi. Selain sampah, genangan juga disebabkan kontur wilayah yang lebih rendah sehingga saat hujan dengan curah tinggi mudah terjadi genangan.
"Ada juga karena luapan, luapan saluran PHB (penghubung), ke arah Kali Grogol, di kali ada penyempitan, jadi mudah meluap," kata Junjung.
Untuk mengatasi genangan, lanjut Junjung, pasukan biru turun langsung ke lapangan membersihkan sampah-sampah, pembersihan tali dan mulut air serta mengoperasikan pompa portabel dan pompa situasional.
Hujan lebat yang turun sejak Jumat malam hingga Sabtu pagi menimbulkan genangan di sejumlah titik di antaranya di Jalan Gatot Subroto depan Balai Kartini, depan Dinas Pendidikan Setiabudi, Jalan Hang Lekirdi Kebayoran Lama, Semanggi depan Kampus Atmajayadan kolong Semanggi. Lalu di Kemandoran Plus dan Perumahan Loka Permai, Gandaria Selatan. Genangan merendam permukaan jalan dengan ketinggian antara 15 sentimeter hingga selututorang dewasa.
Guna mencegah genangan, Kasudin SDA Jakarta Selatan, Mustajab bersama pasukan biru melakukan kerja bakti di Kecamatan Jagakarsa, tepatnya di PHB Babakan Atas Segmen Gang Family RT 11/RW 09 Kelurahan Srengseng, Kecamatan Jagakarsa.