Sabtu 18 Jan 2020 04:49 WIB

Mahfud MD akan Bahas Kasus Pelanggaran HAM Berat

Jaksa Agung menyatakan Tragedi Semanggi bukan pelanggaran HAM berat.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Nur Aini
Menko Polhukam Mahfud MD
Foto: Republika/Mimi Kartika
Menko Polhukam Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan akan membahas kasus pelanggaran HAM berat bersama Jaksa Agung dan Komnas HAM. Pembahasan bersama dinilai perlu dilakukan karena selama ini terdapat perbedaan pandangan terkait kasus pelanggaran HAM berat. 

"Saya mau diskusi dulu sama Pak Jaksa Agung dan Komnas HAM. Karena kan sejak dulu selalu beda Kejagung dan Komnas HAM. Nanti saya mau diskusi dulu secara terpisah dengan keduanya," ujar Mahfud di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (17/1).

Baca Juga

Mahfud juga mengaku belum mendengar pernyataan Jaksa Agung yang menyebut bahwa kasus Semanggi I dan II tak masuk dalam kasus pelanggaran HAM berat. Namun, menurutnya memang terdapat sejumlah kriteria kasus yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.  

Kasus pelanggaran HAM berat, kata dia, salah satunya harus terdapat unsur kejahatan kemanusian dan genosida.

"Kan memang ada kriteria ya pelanggaran HAM berat. Oleh sebab itu saya belum tahu apa yang dimaksud. Karena pelanggaran HAM berat itu kan harus ada kejahatan kemanusiaan, ada genosida. Itu yang standar. Dalam konteks ukuran itu kan nanti kita akan melihat," ucap dia.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut kasus Semanggi I dan Semanggi II bukan termasuk kasus pelanggaran HAM berat.

"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," ujar Burhanuddin.

Burhanuddin juga mengungkapkan sejumlah hambatan dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di antaranya, tidak adanya pengadilan HAM Ad Hoc.

"Sedangkan mekanisme dibentuknya atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan keputusan presiden," tuturnya.

Selain itu, hambatan lainnya adalah ketidakcukupan alat bukti. Kemudian berkas hasil penyelidikan komnas HAM juga belum dapat menggambarkan dua alat bukti yang dibutuhkan Kejaksaan Agung.

"Secara umum penyebab bolak baliknya penanganan pelanggaran HAM berat adalah tidak lengkapnya berkas yang disusun penyelidik Komnas HAM," ungkapnya.

Ia menjelaskan penyebab tidak lengkapnya berkas tersebut lantaran penyelidik hanya memenuhi sebagian petunjuk hasil penyelidikan. Selain itu, sulitnya memperoleh alat bukti dan belum adanya mekanisme penghentian penyidikan dalam undang-undang Nomor 26 tahun 2000 sebagai upaya penyelesaian dugaan peristiwa pelanggaran HAM berat. Penghentian dimaksud jika penyelidikan disimpulkan tidak cukup bukti.

"Penyelesaian HAM berat dapat dilakukan melalui dua opsi yaitu penyelesaian judicial melalui pengadilan HAM ad hoc dan penyelesaian nonyudisial melalui kompensasi rehabilitasi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement