Sabtu 18 Jan 2020 01:19 WIB

Perkawinan Anak di Indramayu Masih Tinggi

Pengajuan dispensasi kawin meningkat 10 kasus selama 2019.

Rep: Lilis Sri Handayani / Red: Nur Aini
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)
Foto: Aditya Pradana Putra/Antara
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kasus perkawinan anak di Kabupaten Indramayu sepanjang 2019 masih tinggi. Konten media sosial dan penggunaannya yang bebas dinilai turut memicu terjadinya perkawinan anak.

Hal itu terungkap dari data dispensasi kawin yang tercatat di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu. Sepanjang 2019, pengajuan dispensasi kawin yang masuk ke PA setempat mencapai 302 perkara. Dari jumlah itu, pengajuan yang dikabulkan mencapai 251 perkara.

Baca Juga

Sementara itu, sepanjang 2018, tercatat ada 292 pengajuan dispensasi kawin. Dari jumlah itu, ada 266 pengajuan dispensasi kawin yang diputus majelis hakim.

Berdasarkan data tersebut, meski terdapat penurunan dispensasi kawin yang dikabulkan majelis hakim sebanyak 15 kasus, tetapi pengajuan perkara dispensasi kawin mengalami kenaikan sepuluh kasus. 

''Kenaikan pengajuan dispensasi kawin itu terjadi setelah disahkannya revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menaikkan batas usia perkawinan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun,'' ujar Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Engkun Kurniati, Kamis (16/1).

Engkun menyebutkan, sebelum revisi UU itu, rata-rata pengajuan dispensasi kawin yang diterima PA Indramayu paling banyak hanya mencapai 27 perkara per bulan. Pada September 2019, pengajuan dispensasi kawin ada 13 perkara, pada Oktober 2019 ada 27 perkara, November 2019 ada 69 perkara dan Desember 2019 ada 52 perkara.

''Yang paling banyak mengajukan dispensasi kawin di rentang usia 17 tahun,'' kata Engkun.

Engkun mengaku sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Dia menilai, pergaulan tanpa filter di media sosial turut mendorong terjadinya pernikahan anak.

''Pergaulan yang tanpa filter di media sosial membuat anak terlalu cepat matang sebelum waktunya, tanpa dibarengi kesiapan mental,'' kata Engkun.

Selain itu, kata Engkun, adapula orang tua yang mendorong anak perempuannya yang tidak melanjutkan sekolah untuk segera menikah. Dengan demikian, orang tua bisa terlepas dari tanggung jawab karena anak perempuannya sudah memiliki suami.

Engkun mengakui, adapula pengajuan dispensasi kawin yang disebabkan karena anak perempuannya sudah hamil lebih dulu. Selain itu, ada juga yang mengaku sudah berhubungan badan walau tidak sampai hamil.

Plt Bupati Indramayu, Taufik Hidayat, saat dimintai tanggapannya, mengaku sangat prihatin. Dia meminta kepada pihak Pengadilan Agama Indramayu untuk tidak mudah mengabulkan pengajuan dispensasi kawin.

''Jika alasan (pengajuan dispensasi kawin) karena 'kecelakaan' (hamil sebelum nikah), maka harus disertai dengan bukti medisnya. Jangan hanya sekedar mengaku-ngaku karena ingin mendapat dispensasi kawin,'' kata Taufik.

Selain itu, Taufik juga meminta kepada berbagai dinas terkait untuk bersama-sama mengatasi hal itu sesuai kewenangannya masing-masing. Sosialisasi juga harus terus dilakukan.

Sementara itu, Rektor Universitas Wiralodra Indramayu, Ujang Suratno, menilai, teknologi penggunaan media sosial bisa mendorong pergaulan kurang bagus di kalangan anak-anak. Sedangkan, usia mereka belum matang untuk memahaminya.

''Orang tua harus lebih peduli terhadap anaknya, terutama pengendalian terhadap penggunaan media sosial,'' kata Ujang.

Ujang mengakui, pemerintah selama ini sudah cukup bagus menekan konten negatif di media sosial, di antaranya dengan memblokir konten yang berbau porno. Namun, pengawasan dari orang tua harus terus dilakukan.

Selain itu, kata Ujang, pendidikan seks juga penting dilakukan karena anak-anak saat ini lebih cepat dewasa. Jika orang tua hanya melarang tanpa alasan yang jelas, anak-anak justru akan protes dan merasa penasaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement