REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) mendesak Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aktor yang memberikan informasi Surat Perintah Penyelkdikan (Sprinlidik) atas nama Wahyu Setiawan kepada Politisi PDIP Masinton Pasaribu. Menurut FOINI peristiwa kebocoran informasi mengenai proses penanganan perkara korupsi ini bukanlah kali pertama.
"Dewan Pengawas KPK sebagai pihak yang berkepentingan harus melaporkan para pihak yang diduga membocorkan informasi Sprinlidik kepada kepolisian dengan menggunakan mekanisme hukum pidana sebagaimana diatur dalam UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," tegas Anggita FOINI Wana Alamsyah dalam keterangannya, Jumat (17/1).
Sebelumnya, Masinton Pasaribu, anggota DPR komisi III fraksi PDIP, menunjukkan sprinlidik terkait operasi tangkap tangan KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan di salah satu acara stasiun televisi pada tanggal 14 Januari 2019 lalu. Dengan kepemilikan sprinlidik tersebut, KPK harus menelusuri siapa oknum yang memberikan informasi tersebut kepada Masinton.
Wana yang juga peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu mengatakan, jika mengacu pada UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17 huruf a, tindakan yang Masinton lakukan diduga dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan atau membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum.
Selain itu, berdasarkan daftar informasi publik yang dapat diakses melalui situs resmi milik KPK, Sprinlidik bukan merupakan informasi yang terbuka untuk publik. Hal ini mengakibatkan adanya konsekuensi hukum yaitu pidana apabila seseorang menyampaikan informasi yang dikecualikan atau rahasia kepada publik.
Menurut catatan koalisi, hal ini pun bukan kali pertama adanya kebocoran surat mengenai proses penanganan perkara di KPK baik pada tingkat penyelidikan maupun penyidikan. Berdasarkan catatan koalisi, setidaknya ada empat kasus yang informasinya bocor ke publik. Pertama, draft surat perintah penyidikan (Sprindik) atas nama Anas Urbaningrum terkait kasus korupsi proyek Hambalang. Pada saat itu KPK merespons dengan membentuk komite etik untuk mengusut bocornya surat tersebut. Hasilnya, sekretaris ketua KPK Abraham Samad, Wiwin Suwandi dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Kedua, Sprindik atas nama Jero Wacik selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terkait kasus suap di lingkungan SKK Migas. Ketiga, Sprindik atas nama Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor terkait kasus pemberian izin di Bogor. Keempat, Sprindik atas nama Setya Novanto selaku Ketua DPR terkait kasus PON di Riau.