Kamis 16 Jan 2020 21:45 WIB

Kementerian Kunci Pemenuhan Hak Korban Terorisme

Negara bertanggung jawab atas perlindungan korban terorisme.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Nashih Nashrullah
Negara bertanggung jawab atas perlindungan korban terorisme. Foto Keluarga korban bom Bali menyalakan lilin saat peringatan 17 tahun tragedi bom Bali di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Sabtu (12/10/2019)
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Negara bertanggung jawab atas perlindungan korban terorisme. Foto Keluarga korban bom Bali menyalakan lilin saat peringatan 17 tahun tragedi bom Bali di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Sabtu (12/10/2019)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Kementerian/lembaga memiliki peranan penting sebagai kunci keberhasilan pemenuhan hak korban terorisme secara terintegrasi. 

Undang-Undang Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengamanatkan, negara melalui pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan terhadap korban terorisme. 

Baca Juga

Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Doddy Usodo HGS, menyatakan Kemenko PMK siap mendorong kementerian/lembaga untuk bersinergi dengan LPSK guna pemenuhan hak-hak korban terorisme, baik korban langsung maupun korban tidak langsung,” ujar Doddy di Jakarta, Kamis (16/1).  

Doddy menegaskan, penguatan koordinasi dan sinergitas perlu terus dilakukan. Sebab, pemerintah perlu membangun kapasitas LPSK dan kementerian/lembaga yang tepat untuk memenuhi hak-hak korban terorisme. 

Akan tetapi, lanjut dia, selain masalah koordinasi yang masih perlu ditingkatkan dalam kerjasama tersebut, minimal terdapat empat tantangan yang perlu dipahami dalam pemenuhan hak korban terorisme. 

“Tantangan pertama yakni pemenuhan hak korban terorisme belum menjadi nomenklatur dalam perencanaan anggaran dan kegiatan kementerian/lembaga,” kata dia. 

Selain itu, menurut dia, data korban perlu terus diperbarui dan dikomunikasikan ke kementerian/lembaga. Selanjutnya, perlu kebijakan afirmatif untuk memasukkan korban terorisme ke dalam sasaran program bantuan sosial reguler atau program bantuan sosial lainnya. 

Hal terakhir yang perlu diperhatikan, ujar dia, yakni terobosan terkait sumber pembiayaan seperti pemanfaatan Belanja Tak Terduga (BTT) dan Dana Siap Pakai (DSP). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement