Kamis 16 Jan 2020 08:23 WIB

Wahyu Setiawan Jelaskan Kata 'Siap Mainkan'

Wahyu memilah keterangan untuk DKPP dan KPK.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisioner KPU Wahyu Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan menjalani sidang pemeriksaan etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di gedung KPK, Rabu (15/1). Dalam sidang yang mengagendakan pemeriksaan ini, Wahyu dihadirkan atas izin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat persidangan, Wahyu menjelaskan kalimat "siap mainkan" yang disebut KPK berkaitan dengan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku. Wahyu mengakui mengirim pesan "siap mainkan" kepada mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina yang juga disebut Wahyu sebagai utusan PDIP. Namun, Wahyu membantah kalimat tersebut bermakna dia menyanggupi permintaan memuluskan PAW kepada Harun Masiku sebagai anggota DPR.

Baca Juga

"Saya menggunakan istilah (siap, mainkan!), tetapi perlu diketahui hampir selalu yang berkomunikasi dengan saya, saya sampaikan siap. Mungkin itu disalahkan, tapi saya tidak bermaksud," tutur Wahyu saat persidangan, Rabu (15/1).

Wahyu menyadari, kalimat itu bisa ditafsirkan lain. Ia menjelaskan, kalimat "siap mainkan" dikirimkan ke Agustiani Tio setelah mendapat informasi bahwa surat permohonan PAW dari PDIP sudah dikirim ke KPU.

Wahyu mengaku saat itu sedang tidak berada di kantor KPU. Ia pun mengaku tidak pernah memegang fisik surat tersebut. Ia meminta stafnya untuk menerima surat PAW dari PDIP.

Wahyu menyanggupi meneruskan surat tersebut ke pimpinan KPU sehingga membalas pesan Agustiani Tio dengan "siap mainkan". Sebab, seperti hal surat resmi lainnya yang biasa dikirimkan pihak lain kepada KPU, akan ditindaklanjuti kepada pimpinan KPU lainnya.

"Saya mengabari (ke staf) ada surat dari PDIP tolong diterima. Setelah diterima, apakah surat ini diteruskan kepada pimpinan, ya karena itu surat resmi. Jadi, sampai peristiwa itu, saya hanya terima di Whatsapp, tetapi secara fisik saya tidak pernah memegang," tutur Wahyu.

photo
Plt Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (kiri) bersama Ketua Bawaslu Abhan bersiap menghadiri sidang dugaan pelanggaran kode etik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1).

Memilah keterangan

Dalam persidangan, Wahyu juga memohon pengertian dari majelis hakim DKPP karena tidak semua hal dapat ia sampaikan dalam sidang etik. Wahyu memilah keterangan yang disampaikan dan tidak disampaikan karena kasus dugaan suapnya tengah ditangani KPK. "Saya juga sudah berkomitmen, jadi KPK memilah-milah tidak semua saya sampaikan di sini. Jadi, mohon maaf tidak bermaksud tidak terbuka," ujar Wahyu.

Ia menyerahkan dugaan pelanggaran kode etik atau ketidakprofesionalan jabatannya sebagai komisioner KPU kepada majelis hakim DKPP. Ia memilih tidak menyampaikan beberapa keterangan karena khawatir akan memengaruhi proses perkara di KPK. Wahyu juga menyampaikan permohonan maaf kepada penyelenggara pemilu, baik Bawaslu maupun KPU, termasuk DKPP. Ia juga menegaskan, kasus dugaan suap merupakan masalah pribadinya.

Pria kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, ini mengaku dalam posisi sulit terkait permintaan PAW politikus PDIP yang kini menyeretnya menjadi tersangka kasus suap. Ia mengakui, orang-orang yang berusaha menghubunginya merupakan teman baik. Orang-orang yang dimaksud juga merupakan tersangka kasus suap PAW itu, di antaranya mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang disebut Wahyu sebagai utusan PDIP dan seorang swasta bernama Saeful yang diduga pemberi suap.

Selain itu, ada advokat Doni yang mengawal gugatan PDIP ke Mahkamah Agung (MA). "Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang itu, ada Mbak Tio, ada Mas Saeful, ada Mas Doni, itu kawan baik saya," ujar Wahyu. Ia mengaku memahami jika permohonan PDIP untuk mengganti anggota DPR Riezky Aprilia menjadi Harun Masiku tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, setiap keputusan yang dikeluarkan KPU, diambil secara kolektif kolegial seluruh anggota KPU.

Kehadiran

Kehadiran Wahyu dalam sidang etik DKPP ini dilakukan setelah DKPP berkomunikasi dengan KPK untuk menghadirkan Wahyu. Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DKPP Muhammad mengatakan, pihaknya telah menerima laporan atau aduan dari Bawaslu atau KPU RI terkait Wahyu Setiawan. Setelah dilakukan proses formal dan materiel, laporan itu memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan dalam sebuah sidang kode etik.

Muhammad memastikan, DKPP tidak akan memasuki ranah proses hukum pidana lain, seperti korupsi yang kini ditangani KPK. DKPP pun berkoordinasi dengan KPK memfasilitasi persidangan untuk menghadirkan teradu Wahyu Setiawan di KPK. Pemeriksaan terhadap Wahyu harus dilakukan karena menurut DKPP, sebelum ada Surat Keputusan (SK) dari Presiden Joko Widodo, status Wahyu masih sebagai komisioner KPU.

Hal itulah yang membuat DKPP memiliki kewenangan untuk tetap memeriksa Wahyu sebagai komisioner KPU. “Pengunduran diri yang bersangkutan tidak menggugurkan kewenangan DKPP untuk memeriksa secara etik," ujar Muhammad di Jakarta, Rabu.

Sementara, persidangan digelar di gedung KPK karena saat ini Wahyu menjadi tahanan lembaga antirasuah tersebut dalam kasus dugaan suap dari politikus PDIP. KPK memberi izin kepada DKPP untuk menggelar sidang etik terhadap Wahyu.

Ketua KPK Firli Bahuri menuturkan, izin itu dilakukan setelah DKPP dan KPK berkoordinasi terkait kasus yang menjerat penyelenggara pemilu ini. "Wahyu Setiawan kami beri izin untuk hadir di sidang DKPP sesuai permintaan DKPP," kata Firli, Rabu.

Senada dengan Firli, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, sidang etik Wahyu Setiawan diperlukan untuk menentukan status Wahyu. "Yang meminta DKPP dan kami akan mendukung proses sidang tersebut, sepanjang waktunya disesuaikan dengan jadwal pemeriksaan kami yang juga sedang berjalan," kata Ghufron. N mimi kartika/dian fath risalah, ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement