REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan permohonan izin penggeledahan Kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari Dewan Pengawas hingga Rabu (15/1) pagi belum juga turun. Sehingga, pihaknya masih menunggu persetujuan Dewan Pengawas dan tidak bisa berbuat apa-apa.
"Sampai saat ini izin penggeledahan Kantor PDIP belum turun, namun kami sudah mengajukan permohonan izin kepada Dewan Pengawas sesuai dengan prosedur," katanya sebelum mengikuti acara pengukuhan guru besar Prof Hary Djatmiko yang juga anggota hakim Mahkamah Agung di Auditorium Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu.
Ghufron mengaku tidak tahu alasan Dewan Pengawas yang belum menerbitkan izin untuk melakukan penggeledahan Kantor PDIP karena hal tersebut yang lebih tahu adalah pemberi izin. Namun, pihak KPK sudah mengajukan permohonan izin tersebut sesuai dengan prosedur.
"KPK akan mematuhi semua prosedur hukum dalam melakukan penegakan kasus hukum, sehingga kami tidak boleh menabrak aturan, meskipun ada tuntutan penanganan kasus korupsi harus progresif," tuturnya.
Saat ditanya apakah Dewan Pengawas dinilai menghambat proses penyidikan di KPK, Ghufron mengatakan masyarakat bisa menilai sendiri. Namun, secara prosedural pihak KPK sudah mengajukan izin penggeledahan Kantor PDIP itu.
"Persoalan izin itu diberikan secara cepat atau lambat, kami menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas. KPK tidak bisa berbuat apa-apa karena sesuai aturan harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan," ucap mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Ghufron mengatakan, penggeledahan tempat-tempat selain kantor KPU RI akan disesuaikan dengan hasil pengembangan pemeriksaan. Seperti, kantor PDIP atau kantor-kantor yang lain akan disesuaikan dengan kebutuhan pemeriksaan penyidik.
"Semua tempat yang akan digeledah akan diberi garis KPK (KPK line) sambil menunggu izin dari Dewan Pengawas turun, sehingga ruangan itu terisolasi untuk mengantisipasi risiko hilangnya alat bukti yang diperlukan KPK," ujarnya.
Ia menjelaskan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dilakukan pada Rabu (8/1) sore dan dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan di KPK hingga Kamis (9/1). Kemudian, tim penyidik meminta izin kepada Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan dan penyidikan di Kantor KPU pada Jumat (10/1).
"Izin dari Dewan Pengawas untuk menggeledah Kantor KPU RI turun pada Sabtu (11/1) malam, sehingga kami sudah melakukan penggeledahan Kantor KPU dan menemukan beberapa dokumen untuk disita," katanya.
Namun, KPK masih menunggu surat persetujuan Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan di Kantor PDIP yang belum turun hingga Rabu pagi.
Penyidik KPK membawa koper usai melakukan penggeledahan di Jakarta, Senin (13/1). KPK menggeledah ruang kerja Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan selama delapan jam terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji penetapan anggota DPR Terpilih Periode 2019-2024.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, pada Selasa (14/1) mengatakan, adanya izin dari dewas untuk dilakukannya proses penyadapan, penggeledahan maupun penyitaan adalah informasi yang rahasia.
"Dewas sudah mengeluarkan izin atau belum. Saya tidak akan bisa ngomong itu karena itu adalah yang perlu kami rahasiakan. Itu strategi juga dari penanganan suatu perkara. Kalau saya sampaikan orang yang mau digeledah atau barang yang mau disita, kabur semua itu nanti," ujar Tumpak saat jumpa pers di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Selasa (14/1).
Tumpak menyatakan, bahwa izin dari dewas itu merupakan bagian dari proses penyelidikan maupun penyidikan. Bahkan, kata Tumpak, izin dewas masuk di dalam berkas perkara yang nantinya akan dibawa ke pengadilan.
"Oleh karenanya, izin itu merupakan suatu informasi yang bukan untuk bebas disampaikan kepada publik. Termasuk yang dikecualikan dari undang-undang informasi keterbukaan," ujarnya.
Sebelumnya, ia juga menegaskan bahwa kehadiran dewas bukan untuk menghalang-halangi kinerja KPK. "Saya mau sampaikan kehadiran dewas di dalam KPK ini tidak lah bermaksud untuk mempersulit atau melemahkan atau menghalang-halangi kinerja KPK," tegasnya.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, sebelumnya membantah, adanya penyegelan di kantor DPP PDIP. Namun, dia tidak menampik adanya beberapa orang yang datang ke kantor pusat partai berlogo banteng moncong putih itu.
"Bedasarkan laporan kepala sekretariat dari PDIP, memang datang beberapa orang dan kemudian sesuai dengan mekanisme yang ada, tanpa bermaksud menghalang-halangi apa yang dilakukan di dalam pemberantasan korupsi karena yang kami harapkan adalah sebuah mekanisme adanya surat perintah," kata Hasto Kristiyanto di Jakarta, Kamis (9/1).
Hasto mengatakan, DPP tidak akan menghalangi tugas aparat jika keberadaan surat perintah dipenuhi. Dia mengungkapkan, partai akan taat pada aturan sebagaimana ditunjukkan selama ini dalam membantu kerja dari Komisi berantasan Korupsi (KPK).
"Jadi, informasi terhadap penggeledahan, terhadap adanya penyegelan itu tidak benar," kata Hasto lagi.
Kasus-Kasus Komisioner KPU