Selasa 14 Jan 2020 17:03 WIB

Mahfud: Kapal China Masih Melintas Tapi Sudah di Luar ZEE

Kapal-kapal China sudah disebut Mahfud berada di luar zona 200 mil dari ZEE Natuna.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (ilustrasi)
Foto: Republika/Mimi Kartika
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan, bahwa kapal ikan China yang masih melintas di Perairan Natuna sudah dalam posisi di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Kapal-kapal China sudah di luar zona 200 mil.

"Masih melintas tetapi sudah di luar Zona Ekonomi Eksklusif kita," kata Mahfud seusai dialog kebangsaan dengan tema "Merawat Persatuan, Menghargai Perbedaan" di Auditorium Prof KH Kahar Mudzakkir, Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Selasa (14/1).

Baca Juga

Menurut Mahfud, memang ada kapal asing dari China yang mencoba masuk di wilayah Indonesia. Dan saat ini, kapal-kapal itu sudah menjauh 200 mil dari ZEE Indonesia.

"Ada yang mencoba masuk, diusir. Sekarang ada di luar zona 200 mil itu," kata dia.

Pada Rabu (15/1), Mahfud mengatakan akan berkunjung ke Kabupaten Natuna. Meski demikian, menurut Mahfud, kedatangannya ke Natuna terkait agenda kunjungan kerja biasa.

"Ada rapat dengan Pemda (Natuna)," kata dia.

Setidaknya, 50 perahu nelayan China yang dikawal kapal penjaga (coast guard) memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia pertengahan Desember 2019. Otoritas Indonesia melalui Bakamla dan kapal milik TNI sempat melakukan pengusiran, tetapi perahu nelayan dan kapal penjaga China menolak ke luar dari perairan Indonesia.

Beberapa hari setelah insiden itu, Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes terhadap Pemerintah China.

"Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction (tumpang tindih yurisdiksi) dengan China. Indonesia tidak akan pernah mengakui nine dash-line China karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI beberapa hari setelah insiden tersebut.

In Picture: Pembuatan Kapal Motor di Natuna

photo
Pekerja berada di samping kapal motor yang dikerjakan di Desa Tanjung, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (14/1/2020).

Perkembangan terbaru, TNI menegaskan kapal dan perahu nelayan China telah ke luar dari perairan Indonesia pada Ahad (12/1). Hal ini disampaikan oleh Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I Laksda TNI Yudo Margono usai menerima hasil patroli udara di Natuna, Kepulauan Riau.

Pada hari ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membahas sejumlah isu di sektor perikanan.

"Saya laporkan tentang budidaya, tentang banyak kegiatan yang bisa memperkuat nelayan kita terutama yang kecil, yang masalah pakan, ada alternatif. Banyaklah yang kami laporkan," kata Edhy usai menemui Presiden di halaman Istana Negara Jakarta pada Selasa.

Edhy menjelaskan Presiden juga menanyakan soal kegiatan di perairan Natuna. Menurut Edhy, Natuna yang tercakup dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 memiliki potensi tangkapan sebesar 700 ribu ton.

Dia menambahkan nelayan-nelayan Indonesia pun harus berlayar di kawasan ZEE. Selain WPP 711, Edhy menjelaskan pemerintah juga harus fokus kepada 10 WPP lain yang memiliki potensi perikanan tangkap besar.

"Natuna kan salah satu perbatasan di WPP 711. Kan ada masih 10 WPP lain. Natuna termasuk paling kecil potensi ikan dibandingkan tempat lain. Makanya kita juga perlu fokus di ZEE yang lain," kata dia.

Selain itu terkait aturan pembatasan ukuran kapal tangkap dan kapal pengangkut maksimal 150 GT, Edhy mengatakan, akan melakukan evaluasi atas regulasi tersebut.

"Itu kami hitung semua. Masalah utama pembatasan itu kan sustainable laut kita, keberadaan ikan kita. Presiden tidak setuju kalau kita kasih sebesarnya, seluas-luasnya. Jadi diatur, dikontrol," ujar Edhy.

Kementerian akan melakukan uji publik dan meminta masukan dari masyarakat terkait evaluasi peraturan itu.

"Para ahli saya kumpulkan jadi penasehat. Pelaku usaha juga menjadi komisi pemangku kepentingan, supaya mereka saling mendengar," demikian Edhy.

photo
Kapal China di Natuna

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement