Selasa 14 Jan 2020 12:01 WIB

Penyelamatan Lahan Pertanian

Ketersediaan lahan adalah syarat mutlak menjaga keberkelanjutan kedaulatan pangan.

 Kuntoro Boga Andri, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik,  Kementerian Pertanian
Foto:

Strategi Pengelolaan Lahan

Untuk menyiasati laju konversi yang terus meningkat, sejumlah strategi terus dijalankan pemerintah. Pertama,  mendorong ekstensifikasi lahan, seperti pembukaan lahan baru untuk tanaman pangan secara permanen. Pemanfaatan lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk komoditas pangan, pemanfaatan lahan terlantar untuk  cadangan pangan, pemanfaatan kawasan hutan yang dapat dikonversi, serta rehabilitasi dan konservasi lahan kritis.

Strategi kedua adalah intensifikasi lahan. Strategi ini dilakukan dengan cara mengelola lahan pertanian sebaik mungkin yang bertujuan meningkatkan hasil produksi. Langkah yang dilakukan meliputi optimasi lahan pertanian, pengembangan teknologi dan peningkatan kesuburan tanah.

Strategi ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah menjalankan kebijakan pengendalian. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009  tentang perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

Amanah mendasar UU No 41 tahun 2009 adalah Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang terdiri dari kawasan pertanian pangan berkelanjutan, lahan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Penetapan Kawasan dilakukan pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota dan selanjutnya ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kab/Kota. Sedangkan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Kota. 

Melalui komitmen penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) dalam RTRW dan/atau RDTR Kabupaten/Kota, dimaksudkan agar alih fungsi lahan pertanian bisa  terkendali. Selain itu Perda RTRW juga berfungsi sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dan pemberian izin lokasi pembangunan skala besar sehingga terbentuk keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan pemanfaatan ruang.

Namun dalam pelaksanaannya, belum semua daerah menyelesaikan Perda RTRW dan bahkan bagi yang sudah menetapkan RTRW ada yang belum menetapkan LP2B dan juga belum didukung data spasial yang menunjukan zonasi penetapan LP2B tersebut. Ini karena berbagai kepentingan yang saling berbenturan antara penyediaan pangan dengan pembangunan ekonomi wilayah, khususnya di sektor perumahan, infrastruktur dan industri.

Lawan Konversi  Lahan

Untuk memperkuat implementasi perlindungan lahan, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Perpres tersebut akan menjadi payung hukum pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan sawah di Tanah Air.

Salah satu amanah penting dalam Perpres ini adalah pembentukan tim terpadu. Tim terpadu ini tidak hanya mengoordinasikan pelaksanaan verifikasi penetapan peta lahan sawah yang dilindungi, tapi juga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan.

Tim terpadu diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara posisi ketua harian diisi Menteri ATR/BPN dan keanggotaan diisi oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Informasi Geospasial. Keberadaan tim terpadu menegaskan bahwa pemerintah menyadari bahwa pengendalian alih fungsi lahan pertanian membutuhkan kerja sama banyak pihak.

Selain itu, untuk penggantian lahan pertanian yang dialihfungsikan wajib mengikuti aturan bahwa apalagi yang dialihfungsikan merupakan lahan beririgasi, maka penggantiannya paling sedikit sebanyak tiga kali luas lahan. Sementara apabila yang dialihfungsikan merupakan lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut, penggantiannya paling sedikit 2 (dua) kali luas lahan.

Untuk memperkuat komitmen pemerintah dan pelaku pembangunan pertanian di tingkat daerah, Perpres Nomor 59 Tahun 2019 juga turut mengatur pemberian insentif. pemerintah pusat memberikan insentif bagi lahan sawah dilindungi kepada Pemda yang sawah di daerahnya dilindungi dan ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan.

Insentif  juga diberikan kepada masyarakat yang memiliki atau mengelola sawah yang ditetapkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan. Insentif yang diberikan dapat berupa bantuan sarana dan prasarana pertanian, sarana dan prasarana  irigasi, percepatan sertifikasi tanah, dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedepan diharapkan basis pemberian bantuan pemerintah kepada lahan yang dilindungi sehingga bantuan pemerintah tidak diberikan kepada lahan lahan telah dan yang akan dialihfungsikan. Karena itu bantuan pemerintah sebagai insentif akan memastikan keberlanjutan program tersebut  maupun melawan konversi lahan.

Sebagai bagian dari tim terpadu, Menteri Pertanian telah memastikan komitmennya. Jajaran Kementerian Pertanian secara penuh terlibat sehingga alih fungsi lahan pertanian bisa terkendali. Diharapkan semua elemen pembangunan pertanian bisa turut menunjukkan komitmennya. Bagaimanapun, keberlanjutan pertanian Indonesia sangat bergantung pada aksi nyata semua pelaku pembangunan pertanian dalam melestarikan dan melindungi lahan kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement