Senin 13 Jan 2020 23:36 WIB

Pengamat: Izin Dewas Tentukan Keabsahan OTT KPK

Guru besar hukum dari Unsoed menilai OTT KPK bisa dianggap tidak sah tanpa izin Dewas

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman, Muhammad Fauzan mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pentingnya izin dari dewan pengawas (dewas) dalam operasi tangkap tangan (OTT). Menurutnya, OTT KPK berpotensi dianggap tidak sah tanpa adanya izin dari dewas.

"Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap penyadapan harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (13/1).

Baca Juga

Fauzan mengungkapkan, berdasarkan informasi yang dia terima, dua OTT yang dilakukan KPK penyadapannya dilakukan sebelum dewas terbentuk. Ia melanjutkansehingga pimpinan KPK yang baru seharusnya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan dewas terkait izin penyadapan kepada pihak yang akan di-OTT.

Fauzan, mengacu pada UU KPK hasil revisi penyadapan terhadap pihak yang menjadi target operasi harus mendapatkan izin dari dewas yang sudah dibentuk. Menurutnya, penyadapan yang dilakukan tanpa seizin dewas merupakan maka penyadapan ilegal atau tidak sah.

Dia mencontohkan, KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas dan rumah pribadi untuk mencari barang bukti yang berkaitan dengan penanganan perkara dalam kasus Bupati Sidoarjo. Dia menilai jika kasus tersebut masuk ke Praperadilan dan KPK tidak mampu menunjukkan surat izin penggeledahan dari dewas maka tergugat berpotensi besar untuk memenangkan perkara.

Demikian juga masalah Sprindik yang dikabarkan merupakan warisan dari pimpinan KPK Agus Rahardjo dan digunakan pimpinan KPK baru untuk melakukan penindakan terhadap dua pihak yang terjerat OTT. Dia mengatakan, seharusnya ada komunikasi sejak Sertijab akan perkara yang sedang berjalan dan perkara yang penangannya perlu segera dilakukan.

"Sehingga nanti bisa ditindaklanjuti oleh pimpinan KPK yang baru," katanya.

Lebih jauh, Fauzan meminta agar KPK segera menyerahkan perkara ke kepolisian dan Kejaksaan jika nilai dugaan hasil korupsi di bawah Rp 1 miliar. Dia menjelaskan, dalam UU KPK yang baru juga mengamanahkan bahwa komisi antirasiah hanya berwenang menangani perkara korupsi yang potensi kerugian negara di atas Rp 1 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement