Senin 13 Jan 2020 23:09 WIB

KPK Belum Geledah Kantor PDIP, Pengamat : Ini "Buah" UU Baru

Harusnya diberikan ketegasan kepada KPK untuk menggunakan UU baru atau lama.

Rep: Mabruroh/ Red: Gita Amanda
Komisioner KPU Wahyu Setiawan memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Komisioner KPU Wahyu Setiawan memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin, mengkritisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum juga melakukan penggeledahan di kantor DPP PDIP. Menurutnya hal tersebut terjadi akibat mengubah Undang-Undang (UU) KPK dengan cara brutal.

“Ini buah dari cara mengubah UU KPK kemarin. Buah dari cara mengubah (Presiden) Jokowi cs dengan partai-partai, mengubah dengan cara brutal, dengan cara yang tidak matang, terburu-buru, tidak pas, inilah buahnya,” kata Zainal dalam sambungan telepon, Senin (13/1).

Baca Juga

Zainal menuturkan, harusnya diberikan ketegasan kepada KPK untuk menggunakan UU baru atau lama. Pasalnya, kalaupun menggunakan UU baru namun masih banyak mekanisme yang belum diatur dan belum lengkap, termasuk fungsi dewan pengawas (Dewas) KPK.

“UU baru belum operasional, kenapa? karena aturannya nggak lengkap. Bagaimana mekanisme penertiban belum diatur, bagaimana Dewas menerbitkan surat belum diatur, karena mekanisme untuk penyadapan misalnya harus dengan gelar perkara. Gelar perkara tidak mungkin padahal ini OTT,“ ujar Zainal.

Menurut Zainal, berdasarkan UU baru disebutkan penyadapan hanya boleh dilakukan jika sudah gelar perkara. Ia kembali menegaskan bahwa UU KPK baru belum operasional, termasuk bagaimana Dewas bertindak. Bagaimana jika ada permohonan misalnya praperadilan, apa yang harus dilakukan Dewas.

“Itulah buah bagaimana Jokowi dan partai-partai mengubah UU secara brutal, tidak memikirkan masa depan pemberatasan korupsi,” ucapnya.

Jika seperti ini tambah Arifin, maka membuka peluang bagi tersangka untuk menghilangkan barang bukti. Dia mencontohkan, bagaimana selama ini penggeledahan dilakukan acara tertutup adalah untuk menghindari memberikan kesempatan kepada tersangka menghilangkan atau menyembunyikan barang bukti.

“Kenapa mekanisme dulu? Supaya engga sempat diamankan, kalau begini kan sudah diamankan semua. Barang bukti bisa hilang. Ya itulah cara Jokowi merusak pemberantasan korupsi,” tuturnya.

 

Seperti diketahui, KPK belum juga berhasil menggeledah kantor DPP PSIP pasca terbongkarnya kasus suap PAW DPR RI antara kader PDIP dengan anggota KPU. Pada saat melakukan upaya penyegelan beberapa waktu lalu, KPK harus berurusan dengan kepolisian karena dianggap kurangnya syarat administrasi untuk melakukan penyegelan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement