REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan memulai pemetaan rehabilitasi lahan longsor di Kabupaten Bogor menggunakan pesawat tanpa awak atau drone. Pemetaan dilakukan usai lahan-lahan di Bogor diterjang banjir bandang yang berakibat longsor pada awal Januari 2020.
"Hari ini lagi urus izin penerbangan drone. Besok mulai survei pakai drone," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo kepada Republika, Ahad (12/1).
Sebelumnya, Kepala BNPB Doni Monardo memerintahkan tim BNPB melakukan pemetaan rehabilitasi lahan-lahan yang longsor di Kabupaten Bogor akibat banjir bandang pekan lalu. Tim kemudian melakukan inspeksi melalui udara dengan helikopter dan tim darat melaksanakan pengukuran titik sasaran pada Sabtu (11/1).
Berdasarkan pantauan dari udara, beberapa titik longsor diantaranya terjadi di Desa Sipayung, Desa Harkatjaya, Desa Kiara Pandak, dan Desa Urug. Akan tetapi, pantauan di Desa Sukajaya yang terdampak parah ditunda, karena cuaca buruk dan jarak pandang minim.
BNPB akan melanjutkan pemetaan saat cuaca mendukung. BNPB dan BIG juga akan memperkuat pemetaan dengan analisis spasial dan foto udara dengan drone.
Pemetaan dilakukan untuk analisa dan menyiapkan langkah-langkah yang akan diambil agar segera merehabilitasi lahan-lahan yang longsor. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, BNPB menanam Vetiver mencegah terjadinya longsor.
"Langkah awal Kepala BNPB adalah memperbaiki ekosistem hulu dan kawasan hutan yang ada agar segera pulih. Melakukan penanaman dengan tiga karakter tanaman," kata Agus.
Ia merinci tiga karakter tanaman itu. Satu, vetiver sebagai pengikat tanah untuk jangka pendek. Dua, tanaman keras khas Jawa Barat yang memiliki nilai ekologis sebagai penahan longsor sekaligus paru-paru bumi, serta tanaman yang bernilai ekonomis.
Tiga, tanaman jangka pendek seperti Porang dan Kapulaga yang tidak memerlukan waktu lama bisa dipanen masyarakat. Selain itu, ada juga tim yang menyiapkan bibit siap tanam dan melakukan pelatihan serta sosialisasi.
"Unsur yang terlibat BNPB, TNI, POLRI, BPBD, Akademisi, Pendaki Gunung, BUMN serta Koorporasi Swasta yang semuanya mendapat dukungan dari media massa, wartawan serta segenap aktivis lingkungan," lanjut Agus.
Ia menambahkan, tanaman keras dan buah buahan punya nilai ekonomis dan ekologis. Tanaman itu diantaranya pohon alpukat, nangka, cempedak, matoa, sukun, aren, rasamala, puspa, cempaka, mindi (Pohon Sukarno), ketapang, jabon putih, biola cantik, beringin, sempur, mahoni, gandaria, kayu putih, kenanga, kopi, dan tanaman endemik Jawa Barat lainnya.
Vetiver sebagai pengikat tanah bisa dilakukan tanaman sejenis sereh wangi yang akarnya kuat dan kencang seperti kawat baja, mencengkram tanah serta menahan longsor. Sementara tanaman porang sejenis umbi-umbian, punya nilai ekonomis untuk masyarakat.
"Sementara itu proses penanganan para korban dan pengungsi masih terus dilakukan oleh BNPB, Pemda Kabupaten Bogor, TNI, Polri, relawan, dll. BNPB juga telah menyiapkan helikopter untuk distribusi logistik untuk para korban," jelas Agus.