REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kajian Obat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Rika Yuliwulandari mengatakan, obat Gamma-hydroxybutyrate atau GHB yang digunakan Reynhard Sinaga untuk membius para korbannya dipasarkan secara ilegal. Obat tersebut tidak terdaftar sebagai obat esensial.
Rika berujar, sebelumnya juga sempat booming terkait ditemukannya obat GHB di Korea Selatan. Di Korea, obat GHB digunakan di dalam klub-klub malam untuk bersenang-senang. “Jadi saya rasa mungkin di Indonesia (juga) ada, tapi mungkin black market. Yang tidak ofisial dan legal diresepkan untuk pasien,” kata Rika kepada Republika, Kamis (9/1).
Sebenarnya, sambung Rika, obat GHB bisa digunakan juga sebagai terapi suatu penyakit. Namun sayangnya, dibandingkan manfaatnya, jauh lebih banyak dampak negatif di dalam GHB. "Akhirnya, obat lain lebih banyak diresepkan (daripada GHB),” kata Rika.
Dia menjelaskan, GHB memiliki efek seperti narkotika. Pemakaian yang berkelanjutan berbulan-bulan akan menimbulkan ketergantungan.
Sebagaimana narkoba pada umumnya, menurut Rika, pemakaian GHB bisa menimbulkan rasa senang, kantuk, terganggunya fungsi motorik, bahkan mungkin tidak sadarkan diri juga lupa akan kejadian selama proses intoksikasi itu atau selama proses keracunan obat tersebut.
“Mungkin dosis-dosis di klub malam itu hanya sebatas agar percaya diri, agar merasa senang dan tidak sampai menimbulkan ketidaksadaran,” kata Rika.
Namun, jika dosis GHB dinaikkan, dapat menyebabkan kesadaran akan berkurang. Bahkan, bila berlebihan, dapat menyebabkan kematian.
“Nah berapa tingginya dosis untuk menimbulkan setiap efek itu, setiap orang kan beda-beda kemampuannya merespons terhadap obat. Dan justru karena (GHB) mempunyai efek seperti narkoba, makanya sering disalahgunakan,” ujar dia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya menegaskan, obat GHB tidak terdaftar di negara mana pun, termasuk Indonesia. Deputi Bidang Pengawasan Obat Narkotika Psikotropika Prekursor dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang menambahkan, obat ini juga tidak beredar di Indonesia.
Rita bisa memastikan hal itu setelah berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menggolongkan GHB sebagai narkoba jenis baru. "Memang ada kemungkinan obat ini dibuat secara ilegal di Indonesia, tetapi hingga saat ini obat itu belum beredar di sini," katanya kepada Republika, Selasa (7/1). n mabruroh/rr laeny sulistywati, ed: satria kartika yudha