REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu berdekatan baru-baru ini menjadi perhatian masyarakat.
Penindakan itu banyak mendapat apresiasi, mulai dari para pejabat hingga Istana, setelah lembaga antirasuah dianggap akan melemah setelah adanya revisi Undang-Undang (UU) KPK.
Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar mengatakan, adanya OTT kepada Bupati Sidoarjo dan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) seolah membawa angin segar untuk KPK. Namun, ia masih menyangsikan bahwa lembaga antirasuah itu tidak melemah setelah adanya revisi UU KPK.
"Keraguan kita dari revisi UU KPK, bukan bisa atau tidak OTT. Tapi juga ada hal lain," kata dia di Kota Tasikmalaya, Kamis (9/1).
Ia mencontohkan, masih terdapat banyak kasus di KPK peninggalan kepemimpinan sebelumnya yang belum selesai. Apalagi, lanjut dia, profil lima pimpinan KPK saat ini diragukan komitmennya.
Karena itu, Haris menantang KPK untuk berani merilis kasus yang belum selesai dan menargetkan lama waktu penyelesaiannya. Kasus-kasus yang tertunda itu merupakan utang KPK dari periode sebelumnya kepada publik. "Jangan sibuk ngomongin evaluasi ulang tapi tugas utama tidak dilaksanakan," kata dia.
Ia mengingatkan, terdapat kasus korupsi yang melibatkan mantan Sekretaris Mahkamah Agum (MA) Nurhadi. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, tapi Nurhadi sudah tiga kali mangkir dari pemanggilan pemeriksaan. Dalam kasus itu, kata dia, KPK harusnya memanggil secara paksa.
Selain itu, Haris juga mengingatkan tentang kasus korupsi Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Budi telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi sejak 26 April 2019, tapi hingga sekarang tak ditahan dan masih menjabat sebagai kepala daerah.
Berdasarkan catatan Republika.co.id, Budi juga berulang kali melakukan pelantikan dan rotasi mutasi aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Tasikmalaya. Bahkan, sejumlah peraturan wali kota (perwalkot) ditandatanganinya.
Berulang kali mahasiswa dan aktivis di Tasikmalaya melakukan demonstrasi agar KPK segera melakukan penahanan kepada Budi. Mahasiswa juga menuntut Budi mundur dari jabatannya sebagai wali kota. Namun, aspirasi mahasiswa hanya lewat begitu saja tanpa ada kelanjutannya.
Haris mengatakan, pimpinan baru KPK harus segera menuntaskan kasus-kasus yang belum selesai itu. "Jangan tunggu Tahun Baru Cina. Kan biasanya hujan saat Tahun Baru Cina, keburu banjir dan KPK lupa kasus itu," kata dia.
Ia khawatir, jika KPK tak segera merilis daftar kasus yang belum selesai, publik semakin lama akan lupa. Alhasil, diam-diam KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk para tersangka yang sudah ditetapkan.
"Jadi membiarkan publik matanya layu dengan berbagai berita besar tiba-tiba keluar SP3. Kan suka tuh lembaga penegak hukum sayup-sayup, tahu-tahu orangnya sudah shopping di Singapura," kata dia.