Selasa 07 Jan 2020 22:28 WIB

Sejarawan Sebut Air dan Jakarta Saudara tidak Terpisahkan

Menurut rencana induk tata kota 1965-1985 ruang terbuka hijau harusnya 32,7 persen.

Jakarta tempo dulu
Foto: viruspintar.blogspot.com
Jakarta tempo dulu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan JJ Rizal menyebutkan air dan Jakarta merupakan bagian dari sepasang saudara yang tidak terpisahkan dan hal itu dapat dilihat dari beberapa nama tempat yang berada di ibu kota berkaitan dengan air.

"Kalau kita lihat, yang paling gampang misalnya dari nama tempat di Jakarta. Mayoritas identik dengan air. Berapa banyak tempat yang menggunakan kata rawa, menggunakan kata kali? Jakarta punya 40 situ, pertanyaannya sekarang situ itu dimana," ujarnya ketika ditemui di kediamannya di Depok, Jawa Barat, Selasa (7/1).

Penamaan yang berkaitan dengan air itu, ujar dia, menunjukkan bahwa ruang Jakarta itu seharusnya memiliki ruang air atau ruang biru, yang kemudian berkaitan dengan ruang hijau.

Permasalahannya, saat ini ruang biru dan ruang hijau di ibu kota tidak lagi mumpuni dengan hampir 90 persen area kota yang dulu disebut Batavia itu sudah tertutup beton.

Padahal, menurut JJ Rizal, rencana induk atau master plan tata kota pada 1965-1985 merancang Jakarta memiliki ruang terbuka hijau seharusnya 32,7 persen dari wilayah kota. Tapi saat ini, selama 10 tahun ruang tersebut tidak pernah bertambah dan bertahan di angka 9,9 persen.

Jadi, ujar dia, Jakarta itu "durhaka" kepada saudaranya yang seharusnya berkembang menjadi kota biru dan hijau.

"Jakarta itu durhaka. Harusnya dia berkembang menjadi kota biru sekaligus kota hijau. Kota yang memberi ruang pada saudaranya yang namanya air. Tapi malah berkembang menjadi kota abu-abu, aspal dan beton melulu," ujar pendiri Penerbit Komunitas Bambu itu.

Untuk itu, ujar dia, segala pemangku kepentingan kini harus mulai mempertimbangkan hal tersebut ketika membuat kebijakan untuk menangani persoalan banjir yang sudah dihadapi ibukota bahkan sejak zaman kolonial Belanda.

Sebelumnya, Jakarta dan beberapa daerah di sekitarnya mengalami banjir yang terjadi setelah curah hujan ekstrem membuat hujan tidak berhenti turun sejak malam Tahun Baru.

Banjir yang melanda Jabodetabek itu membuat ribuan orang mengungsi dari rumah ketika terjadi puncak genangan air pada Rabu (1/1). Tidak hanya kerugian material, banjir juga menimbulkan 67 korban jiwa, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin (6/1).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement