REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Pascapenangkapan Reynhard Sinaga, mahasiswa asal Indonesia di Manchester, Inggris, membuat banyak orang bertanya-tanya apakah yang mendasari dirinya melakukan kejahatan itu. Tercatat sebagai kasus pemerkosaan terbesar dalam sejarah hukum di negara Eropa Barat itu membuat berbagai hal terkait pelaku disoroti, tidak terkecuali mengenai orientasi seksual, cara-cara pelaku dalam menjerat korban, tindakannya selama melakukan aksinya, hingga penyakit menular seksual yang mungkin dideritanya.
Pascapenangkapannya pada 2 Juni 2017, saat salah seorang korban, yang mana menjadi korban terakhirnya terbangun saat sedang dielecehkan dan menelpon panggilan darurat, Reynhard yang sempat menjalani perawatan lebih dahulu karena kepalanya terpukul korban diperiksa. Saat itu, ia dinyatakan negatif dari penyakit menular seksual, meski dalam penyelidikan, diketahui bahwa pria berusia 36 tahun ini jarang menggunakan kondom selama melakukan aksinya.
Pemerkosaan yang diketahui pengadilan paling lama adalah pada 2015, saat seorang pria berusia 22 tahun tidak dapat mengingat apapun setelah pergi ke Ritz, sebuah klub di Manchester. Ia pun terbangun di apartemen Reynhard di Montana House dan melihat lantai yang tertutup dengan muntah.
Reynhard kemudian berbicara kepada temannya bahwa di tahun itu telah melakukan hubungan seksual pertama kalinya dengan seorang pria yang bukanlah gay. Ia mengatakan pria itu ‘lurus’ pada 2014 dan 2015 menjadi tahun di mana dunia gay datang kepadanya bersama dengan Reynhard.
Biasanya, Reynhard akan pergi keluar dari apartemennya pada sekitar tengah malam dan mencari pria. Paling sering adalah di luar klub malam Factory yang berdekatan dengan tempat tinggalnya itu. Terkadang, ia juga berjalan selama beberapa menit dan mondar-mandir di luar 5th Avenue, klub lain yang pupuler dengan mahasiswa.
Pada suatu hari, Reynhard terlihat di CCTB meninggalkan Montana House dan kembali dalam satu menit dengan korban lainnya. Pada akhir pekan di September 2016, ia memperkosa dua pria hanya dalam satu 24 ham, pertama di awal Sabtu dan lainnya pada Ahad.
Korban lainnya ada seorang anak berusia 19 tahun yang sedang bersama dengan ibunya di Canal Street. Saat itu, Reynhard membantu remaja itu naik ke trotoar saat keluar dari taksi dan kembali ke Montana House. Namun, setelah itu, ia tidak ada yang diingatnya ketika terbangun dalam keadaan tanpa busana di kamar tidur Reynhard pada pagi hari.
Remaja itu sempat bertanya kepada Reynhard mengapa dirinya tidak mengenakan baju. Reynhard saat itu mengatakan bahwa dirinya sedang sakit, jadi ia menanggalkan pakaiannya. Mereka minum bersama, hingga kemudian bertanya apakah remaja laki-laki itu memiliki kekasih.
“Mungkin Anda berpikir, tidak ada percakapan tentang delapan kejadian aktivitas seksual yang telah terjadi pagi itu, tidak ada yang menyebutkan terdakwa merekam tindakan seksual," kata jaksa penuntut, Simkin kepada juri dalam persidangan kedua, dilansir The Guardian, Selasa (7/1).
Ketika berita mengenai Sinaga menyebar di Manchester, ada keraguan luas bahwa seorang lelaki yang selama ini terlihat ceria bisa melakukan tindakan seperti itu. Ia memiliki banyak teman, meski hanya sedikit yang benar-benar dekat.
Salah satu teman perempuan Reynhard mengatakan bahwa ia pernah memiliki dua kekasih laki-laki dalam waktu bersamaan. Saat itu, ia meninggalkan salah satunya dan sebagai respons penolakan, kekasihnya itu mengancam akan meminum pemutih pakaian.
Reyhard juga sering mengobrol dengan pria di aplikasi kencan gay Grindr dan Hornet, dan sangat aktif di Facebook dan Instagram. Unggahan terakhir di Facebook adalah satu hari sebelum penangkapannya pada 2017 dan saat itu, beberapa temannya bertanya-tanya kemanakah ia pergi.
Pada akhirnya, keinginan Sinaga untuk selalu mendokumentasikan kejahatan yang ia lakukan membuat dirinya benar-benar terjerat dalam hukuman berat. Saat persidangan kedua, hakim yang memutuskan vonis di Pengadilan Manchester, Suzanne Goddard mengatakan kepadanya betapa ironis tindakan keji yang dilakukan pelaku dapat terungkap karena dirinya sendiri yang membuat demikian.
“Sangat ironis jika bukan dari film yang Anda buat atas kejahatan Anda, tampaknya sebagian besar pelanggaran ini tidak akan ditemukan, apalagi hingga dapat dituntut,” jelas Goddard.