REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, hak berdaulat Indonesia terhadap Laut Natuna tak bisa dikompromikan. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, hak berdaulat tersebut berdasarkan ketetapan United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB pada 1982.
Indonesia pun tak akan pernah mengakui nine dash-line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh China. "Terkait nine dash line yang diklaim Tiongkok, sampai kapan pun juga Indonesia tidak akan mengakui dan apa yang disampaikan Pak Presiden bahwa itu bukan hal yang harus dikompromikan karena sudah jelas hak berdaulat kita udah jelas, sesuai hukum internasional, UNCLOS," ujar Menlu Retno di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (6/1).
Retno pun ingin agar pemerintah China yang juga sebagai anggota UNCLOS agar mematuhi ketetapan UNCLOS, salah satunya yakni yang mengatur masalah ZEE. Menurut Retno, penarikan garis terkait ZEE oleh Pemerintah Indonesia pun telah sesuai dengan ketetapan ini. Sedangkan, keberadaan kapal China di Laut Natuna itu jelas telah melanggar wilayah ZEE Indonesia.
"Kalau bicara mengenai masalah UNCLOS, seharusnya Tiongkok, Indonesia, dan semua negara yang menjadi anggota dari UNCLOS memiliki kewajiban untuk mematuhi apa yang ada di UNCLOS," ucapnya.
Pergerakan Kapal Perang Republik (KRI) dengan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar di Laut Natuna, Sabtu (4/1/2020).
Retno menyampaikan, pemerintah Indonesia masih terus berkomunikasi dengan pemerintah Cina terkait masalah ini, salah satunya menyampaikan terkait ketetapan UNCLOS dan juga dukungan dari dunia internasional. "Karena prinsip tersebut diadopsi UN Convention dan merupakan kewajiban untuk tunduk mengimplementasikan artikel-artikel, prinsip yang ada," ungkapnya.