Senin 06 Jan 2020 00:45 WIB

Empat Sekolah di Lebak Rusak, Jadwal Masuk Siswa Diundur

Jadwal masuk sekolah diundur masuknya sampai tanggal 12 Januari.

Sekolah yang terendam banjir (ilustrasi)
Foto: Thoudy Badai
Sekolah yang terendam banjir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Sebanyak empat sekolah yang berada di Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak rusak parah akibat banjir bandang yang menerjang bangunan di sekolah tersebut pada Rabu (1/1). Fasilitas seperti ruang kelas, ruang guru hingga perpustakaan di SMPN 1 Lebak Gedong, SMPN 4 Lebak Gedong, SDN 1 dan SDN 2 Banjar Irigasi terdampak bencana ini.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Lebak, Wawan Ruswandi mengatakan bahwa akibat bencana ini, jadwal masuk siswa yang seharusnya masuk pada Senin (6/1) akan diundur. "Karena tidak memungkinkan lagi, ada yang hanyut, ada yang bangunannya kena longsoran dan longsor. Semuanya di Kecamatan Lebak Gedong. Kalau seperti yang tersapu habis di SMPN 4 Lebak Gedong dan SDN 2 Banjar irigasi itu kan susah, mau dirikan tenda juga tanahnya tidak ada, jadi diundur jadwal masuknya sampai tanggal 12 Januari," jelas Wawan Ruswandi, Ahad (5/1).

Baca Juga

Meski begitu, Wawan menyebut bahwa pihaknya akan berupaya maksimal untuk mempercepat proses penyediaan fasilitas untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) siswa. "Akan kita upayakan bagaimanapun caranya supaya anak-anak bisa terus sekolah, kita sedang mencari tempat yang memungkinkan untuk KBM seperti di mushalla, masjid, madrasah atau majlis yang bisa difungsikan sementara untuk anak-anak," tuturnya.

Wawan menuturkan, selain fasilitas untuk kegiatan belajar, siswa di daerah terdampak banjir bandang menurutnya juga sangat membutuhkan seragam untuk sekolah. Hal ini karena kebanyakan korban banjir kehilangan hampir seluruh harta bendanya saat bencana mendera mereka.

"Kita juga sudah meminta ke kementerian supaya bisa bantu pemulihan untuk fasilitas belajar siswa. Selain bangunan sekolah, siswa itu paling mendesak kebutuhan buku belajar, alat tulis dan seragam sekolah. Kemarin ketika kebanjiran kan habis semua juga yang mereka miliki," terangnya.

Sementara Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya menururkan bahwa pihaknya akan berupaya penuh untuk memberikan layanan pendidikan meski dalam kondisi darurat bencana seperti saat ini. Kebijakan memundurkan jadwal masuk siswa di sekolah terdampak, selain bertujuan untuk menunggu kondisi bencana reda, hal ini juga bermaksud untuk memberi waktu pihaknya mencari tempat yang memungkinkan untuk menjadi fasikitas belajar darurat.

"Tanahnya hilang, enggak cuman bangunan sekolahnya saja. Kalau kita dirikan tenda di lahan sejolah itu enggak bisa. Jadi kita akan tunggu sampai semua tenang, sambil mencari fasilitas lain yang memungkinkan lain untuk jadi tempat sekolah," tutur Bupati.

Iti mengaku bahwa banjir kali ini adalah bencana terbesar yang pernah dialami daerahnya selama ini. Ia meminta masyarakat untuk bersabar dan menyebut bahwa pihaknya tengah mengupayakan pemulihan atas dampak yang ditimbulkan bencana ini.

"Saya prihatin, ini duka mendalam bagi semua warga Lebak. Bencana ini memang luar biasa, untuk masyarakat sampai waktu darurat bencana ini agar tetap waspada dan ingat bahwa rezeki dan musibah datang dari Tuhan. Kita harus sama-sama menguatkan untuk bisa melalui ujian ini," tuturnya.

Setelah penanganan korban dan status darurat bencana dicabut, Iti mengatakan bahwa pihaknya baru akan berfokus mempelajari penyebab bencana banjir kali ini dan upaya mitigasi kedepannya.

Sementara salah seorang pengungsi di Posko Pengungsian Gedung PGRI Kecamatan Sajira, Endah (43 tahun) mengatakan bahwa saat ini anaknya Danang (8 tahun) tidak lagi memiliki baju atau perlengkapan sekolah. Semua harta benda milik anggota keluarganya raib terbawa banjir.

"Pinginnya dibantu, sudah enggak ada lagi baju sekolah apalagi buat alat belajar anak. Baju yang bisa kita bawa juga cuman yang nempel di badan kita aja waktu itu," tutur Endah.

Menurutnya, kejadian banjir sangat cepat terjadi sehingga dirinya, suami dan tiga orang anaknya tidak sempat lagi menyelamatkan harta bendanya. Meski begitu, ia mengaku bersyukur karena masih bisa menyelamatkan diri saat banjir datang.

"Kejadiannya cepat /banget, pagi jam 08.00 WIB itu tau-tau air sudah sepinggang saya. Padahal kan hujan cuma gerimis saja. Untungnya kejadian itu pas pagi-pagi, coba kalau terjadinya malam pas kita tidur, kemungkinan kita enggak selamat," tuturnya.

Endah berharap agar pemerintah membantu keluarganya meski hanya sekadar pemulihan tempat tinggalnya. Ia mengaku menerima musibah ini dan meminta segala bantuan untuk pemulihan dirinya dan keluarga yang lain diberikan. "Buat sekolah anak juga enggak mungkin, kan jembatan buat ke sekolah juga putus. Cuman jembatan layang itu doang caranya biar bisa pergi ke sekolah. Harapannya pemerintah terus perhatikan korban banjir ini," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement