Ahad 05 Jan 2020 12:36 WIB

Investasi di Hutan Produksi Turun, KLHK Janji Beri Kemudahan

Penurunan investasi hutan produksi sejalan dengan penerimaan bukan pajak.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Hutan
Foto: ANTARA FOTO
Ilustrasi Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi investasi pada pengelolaan hutan produksi di Indonesia mengalami penurunan cukup tajam sepanjang 2019. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, kucuran investasi di hutan produksi tahun lalu hanya mencapai Rp 128,14 triliun, turun signifikan dari tahun 2018 yang mencapai Rp 155,71 persen.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), Bambang Hendroyono mengatakan, penurunan investasi itu diikuti dengan penuruan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 4,55 persen dari Rp 2,86 triliun tahun 2018 menjadi hanya Rp 2,73 triliun pada 2019.

Hal itu pun lantas berbanding lurus dengan kinerja ekspor hasil hutan kayu. Tercatat, nilai ekspor kayu turun 4 persen dari 12,13 miliar dolar AS menjadi 11,64 miliar dolar AS. Turunnya kinerja dalam sektor pengelolaan hutan produksi tersebut disinyalir juga menjadi dampak dari pelemahan ekonomi dunia.

"Pemerintah sudah menyiapkan beberapa terobosan untuk meningkatkan investasi dan produktivitas dalam pemanfaaan hutan produksi. Ini fokus kita sesuai perintah Presiden," kata Bambang di Jakarta, akhir pekan ini.

Sebagaimana diketahui, saat ini terdapat 30,6 juta hektare hutan produksi yang dimanfaatkan untuk kegiatan usaha. Luasan itu terbagi dalam Hutan Tanaman Industri (HTI) sebanyak 11,3 juta ha, Hutan Alam (HA) seluas 18,6 juta ha, serta Restorasi Ekosistem (RE) seluas 622 ribu hektare.

Bambang menjelaskan, khusus untuk pengelolaan Hutan Alam, pemerintah mulai menerapkan sistem silvikultur intensif atau silin. Sistem tersebut memadukan tiga kegiatan sekaligus yakni dengan pemuliaan pohon, manipulasi lingkungan, serta pengelolaan organisme penganggu tanaman. Sistem itu secara langsung akan memacu peningkatan produksi dan produktivitas kayu dari hutan alam.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga siap untuk menerapkan reduced impact logging (RIL), pengembangan multi bisnis, sekaligus integrasi kawasan hutan dengan industri.

Adapun untuk Hutan Tanaman Industri, akan dikembangkan untuk sektor industri nasional sekaligus UMKM. Sebab, dalam kawasan tersebut, juga terdapat Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang dikelola langsung oleh penduduk setempat.

Menurut Bambang, pemerintah lebih mendorong produksi dan produktivitas di Hutan Tanaman Industri lewat kegiatan budidaya tanaman kayu dan mendukung industri hasil hutan. Sebab, Hutan Alam memiliki keterbatasan sebab berguna untuk menjaga keanekaragaman hayati.

"HTI terbuka untuk tanaman budidaya tahunan berkayu maupun komoditas lainnya untuk mendukung industri hasil hutan, bioenergi, pangan, obat-obatan, kosmetika, kimia, hingga pakan ternak," katanya.

Terakhir, untuk Restorasi Ekosistem (RE) yang terdiri dari Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan Jasa Lingkungan untuk wisata alam, pemerintah bakal memberikan insentif fiskal dan pemetaan kawasan dengan lebih detail. Berbagai regulasi juga akan disesuaikan dengan sistem Online Single Submission agar upaya penyederhanaan perizinan investasi bisa dirasakan nyata oleh investor.

Di satu sisi, Bambang mengatakan bahwa pemerintah memperbolehkan investasi asing mencapai 100 persen dalam pengelolaan usaha HHBK maupun jasa-jasa lingkungan sepert usaha wisata alam.

Soal regulasi perizinan untuk tiga hutan produksi itu, Bambang menjelaskan bahwa Izin usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) akan dapat diberikan kepada para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) serta pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK). Selain itu, IUIPHHK juga bisa diberi kepada pemegan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakat di hutan produksi yang area kerjanya telh diatur pemerintah.

Lebih lanjut, untuk mempermudah ekspor hasil hutan berupa kayu, Bambang menegaskan pemerintah sedang mengusahakan agar memudahkan pelaku usaha dan masyarakat mendapatkan akses SVLK dengan penyederhanaan verifikasi. SVLK adalah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang digunakan pemerintah bahwa kayu yang diekspor diproduksi dengan cara yang benar.

"Yang jelas, kita dorong investasi dari pelaku usaha di HA, HTI, dan RE. Kita akan mengantarkan dan siap memfasilitasi eksportir swasta kecil dan besar. Kita ingin ekspor kita jauh lebih besar," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement