Jumat 03 Jan 2020 16:12 WIB

PBNU Beri Masukan ke Wapres Cegah Radikalisme di ASN

PBNU menyarankan rekrutmen CPNS harus menyaring CPNS yang terpapar radikalisme.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
PBNU Beri Masukan ke Wapres Cegah Radikalisme di ASN. Foto: Radikalisme(ilustrasi)
Foto: punkway.net
PBNU Beri Masukan ke Wapres Cegah Radikalisme di ASN. Foto: Radikalisme(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menemui Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Jumat (3/1). Dalam pertemuan tersebut, Lakpesdam PBNU tersebut memberikan masukan kepada wapres terkait perlunya mekanisme pencegahan radikalisme dalam proses rekruitmen aparatur sipil negara (ASN).

"Kami memberikan input bahwa di dalam proses rekrutmen CPNS itu harus ada tool atau mekanisme yang bisa digunakan untuk menyaring CPNS yang tidak terpapar radikalisme, kami sampaikan itu," ujar Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (3/1).

Baca Juga

Menurutnya, selama ini belum ada kebijakan yang mendorong kementerian maupun lembaga untuk inisiatif menggunakan wawasan antiradikalisme dalam proses rekruitmen calon pegawai negeri sipil (CPNS). Karena itu, Lakpesdam menawarkan konsep tersebut kepada Wapres Ma'ruf.

"Beliau merespons sangat baik karena wapres diserahi mandat oleh presiden salah satunya mengkoordinasikan melakukan pencegahan terhadap radikalisme. Dan apa yang tadi kami berikan wapres menjanjikan akan dikoordinasikan terutama dengan BNPT melakukan pencegahan radikalisme," ujar Rumadi.

Rumadi menjelaskan konsep dari wawasan antiradikalisme yang menggunakan tiga konsep. Pertama, soal komitmen kebangsaan, ada beberapa pertanyaan yang bisa digunakan untuk melihat dan mengindikasikan apakah orang tersebut memiliki komitmen atau kebangsaan atau tidak.

Kedua, lanjut Rumadi, konsep soal toleransi yang meliputi apakah orang tersebut diindikasikan mempunyai sikap toleransi.

"Bagaimana orang itu bisa hidup bersama dengan orang lain apakah dia punya musuh nggak dengan orang lain yang berbeda dengan dia, apakah dia merasa nyaman kalau dia hidup berdampingan dengan orang yang berbeda agama," ujar Rumadi.

Sementara, ketiga, adalah soal antiradikalisme. Menurutnya, antiradikalisme yang dimaksud adalah, apakah orang tersebut dapat dikategorikan mendukung kekerasan atau tidak.

"Semua itu kami kemas di dalam instrumen-instrumen yang bisa digunakan untuk menyaring apakah CPNS ini beresiko atau nggak dengan persoalan-persoalan radikalisme," ujarnya.

Selain melalui rekruitmen CPNS, Rumadi juga berharap konsep itu juga bisa digunakan dalam Diklat kementerian atau lembaga maupun dalam seleksi dan proses promosi jabatan PNS ke tingkat eselon yang lebih tinggi.

"Itu yang kita dorong supaya ke depan bukan hnaya CPNS tapi juga tadi disampaikan bahwa untuk promosi jabatan misalnya dari eselon 4 ke eselon 3 menjadi eselon yg lebih tinggi, itu perspektif ini juga harus digunakan untuk melihat apakah orang ini layak untuk promosi jabatan atau tidak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement