Jumat 03 Jan 2020 13:44 WIB

Mahfud MD Klaim Tingkat Radikalisme dan Terorisme Menurun

Mahfud mengatakan radikalisme dan terorism tetap berpotensi terjadi pada 2020.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Menko Polhukam Mahfud MD.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menko Polhukam Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengklaim tingkat radikalisme dan terorisme pada 2019 menurun jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kendati demikian, ia melihat pada 2020 radikalisme dan terorisme masih berpotensi terjadi.

"Potensi, pasti ada potensi, tetapi kan kita punya juga alat antisipasi. Nanti kita lihatlah. Tapi tahun 2019 kuantitas menurun, ya, dibandingkan 2018, 2017, 2016, dan sebelumnya ini menurun," jelas Mahfud di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).

Baca Juga

Di samping itu, Sekjen Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Lutfi Attamimi, melihat pemerintah Indonesia tidak pernah benci kepada Muslim. Menurutnya, pemerintah melalui aparat keamanan hanya menangkap pihak-pihak yang dianggap radikal.

"Kami dukung Densus tangkap, nggak ada, 'Pak mau dijadikan Timur Tengah,' no way. Itu komitmen kita dengan Pak Menteri. Jadi kebijakan menteri selamanya akan kita lakukan," katanya.

Ia juga mengatakan, LPOI berencana untuk membentuk Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK). LPOK akan berisi ormas-ormas lintas agama. Menurutnya, dengan adanya LPOK, maka radikalisme akan habis di Indonesia.

"Semua sama kita dengan ormas-ormas Islam. Tanggal 11 Januari akan kita kumpulkan insyaallah. Habis itu radikal insyaallah," jelas Lutfi.

Sebelumnya, Mahfud MD telah menyebutkan, ujaran-ujaran kebencian yang bersifat intoleran turun 80 persen pasca-Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Hal tersebut disampaikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu saat "Ngobrol Santai Bareng Media" di Bakso Boedjangan, Jakarta.

"Alhamdulillah berdasarkan pantauan kita Sekarang ini, tadi Presiden mengatakan sekarang peristiwa-peristiwa, ujaran kebencian yang sifatnya intoleran itu turun 80 persen," katanya, di Jakarta, Kamis.

Berakhirnya pilpres, kata dia, dimungkinkan berpengaruh terhadap turunnya peristiwa dan ujaran kebencian yang bersifat intoleran seiring bersatunya dua kubu pendukung capres. Apalagi, diakui mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, polarisasi antara kedua kubu pendukung capres sedemikian besar.

"Dua kubu sudah bersatu sehingga tidak ada lagi (ujaran kebencian). Itu kan bagus. Terlepas dari saudara atau saya tidak setuju dengan penggabungan itu, ternyata efeknya bagus," katanya.

Ia bersyukur sejak pelantikan kabinet tidak ada peristiwa yang terlalu membuat gaduh, termasuk perayaan Natal yang berlangsung dengan aman dan damai. "Tak usah mempersoalkan bergabung atau tidak bergabung. Yang penting itu aman, nyaman, tenang," katanya.

Mahfud berharap masyarakat belajar dari kondisi tersebut agar tidak perlu ribut-ribut setiap kali ajang pesta demokrasi. "Mudah-mudahan kondisi ini jadi pelajaran. Kita enggak usah ribut-ribut, toh akhirnya bersatu juga. Besok enggak usah ribut lagi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement