REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gubernur Riau Syamsuar mengaku heran wilayah yang dipimpinnya disebut intoleran oleh sekelompok orang di luar daerah beberapa waktu lalu. "Ini merugikan kita. Tapi itulah pendapat ahli," kata Syamsuar di Pekanbaru, Senin (30/12).
Dia menceritakan, beberapa waktu sebelumnya saat berkunjung ke sebuah daerah di Pulau Jawa, dan saat berdiskusi ada mahasiswa yang menyebut bahwa Riau merupakan salah satu wilayah intoleran di Indonesia. Syamsuar merasa heran karena Provinsi Riau yang kental dengan budaya Melayu sejak zaman Kesultanan Siak selalu menghargai perbedaan dan memegang teguh toleransi.
Menurutnya, pada era Kesultanan Siak, pihak kerajaan sudah mengizinkan adanya pembangunan rumah ibadah lain selain milik umat Islam. Kejadian yang dinilai intoleran terjadi pada Agustus 2019 di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Saat itu tersebar video viral yang menggambarkan oknum Satpol PP membubarkan ibadah umat Kristen di RT 01/02 Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, Kabupaten Indragiri Hilir.
Namun pemerintah daerah saat itu segera merespons cepat, dan menilai konten video yang tersebar di media sosial itu tidak berimbang, karena bukan merupakan potongan video yang sebenarnya. Akibatnya terjadi salah persepsi di tengah masyarakat untuk memahami masalah tersebut.
Ternyata, umat Kristiani yang sedang beribadah di sebelah rumah warga itu sebelumnya sudah diingatkan untuk beribadah di rumah ibadah terdekat oleh Satpol PP. Warga sekitar juga telah meminta pemeluk umat Kristen untuk beribadah di rumah ibadah yang layak, hingga akhirnya Satpol PP meminta untuk pindah.
Saat ini masalah tersebut sudah selesai, dengan adanya gereja yang berada tidak jauh dari rumah warga yang sempat dijadikan sebagai rumah ibadah. Gubernur Syamsuar selalu mengajak masyarakat untuk menjaga toleransi antarumat beragama mengingat wilayahnya dikenal sebagai daerah yang ramah dengan sesuai adat Melayu yang didasari nilai-nilai Islami.