Senin 30 Dec 2019 15:22 WIB

Perusahaan Padat Karya Jabar Tertekan Kenaikan UMK

Kenaikan UMK dianggap terlalu tinggi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Sektor garmen menjadi salah satu bidang yang paling terpengaruh kenaikan upah atau UMK. Foto: Sejumlah pekerja membuat pakaian koko di sebuah pabrik garmen.
Foto: Antara
Sektor garmen menjadi salah satu bidang yang paling terpengaruh kenaikan upah atau UMK. Foto: Sejumlah pekerja membuat pakaian koko di sebuah pabrik garmen.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Lebih dari 100 perusahaan di Jawa Barat telah mengajukan penangguhan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020. Penangguhan dilakukan karena mereka belum bisa membayar gaji karyawan sesuai dengan kenaikan yang telah ditentukan pemerintah provinsi.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan, penangguhan tersebut memang wajar terjadi. Menurutnya, perekonomian global saat ini sedang serat dan itu berdampak pada pertumbuhan industri.

Baca Juga

"Penangguhan ini memperlihatkan ada perusahaan yang mayoritas ini ada di industri padat karya mengalami tekanan ekonomi global," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil ditemui di Masjid Pusdai, Senin (30/12).

Menurut Emil, perekonomian global yang belum stabil kemudian berdampak pada laju ekspor produk dalam negeri. Kesanggupan pelaku usaha untuk berbisnis pun terancam dengan adanya kenaikan UMK yang dianggap terlalu tinggi.

Terkait dengan panangguhan tersebut, Emil pun meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) untuk melakukan pengecekan atas kebenaran kondisi perusahaan tersebut. Jika memang perusahaan yang bersangkutan sedang kesulitan ekonomi, maka diperbolehkan lakukan penangguhan pembayaran UMK sesuai aturan.

"Selama itu obyektif akan difasilitasi. Kalau tidak obyektid akan kami beri sanksi," katanya.

Sebelumnya,  Sekretaris Jendral Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jabar Rizal Tanzil mengatakan, pihaknya selama ini sudah mengingatkan kepada pemerintah daerah maupun aliansi buruh bahwa kondisi perusahaan tekstil saat ini belum maksimal. Mengingat perekonomian nasional maupun global pun masih tertahan dan berdampak para pendapatan perusahaan tekstil.

"Memang bagi industri garmen sangat berat dengan kondisi upah tahun 2020," ujar Rizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement