REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Ombudsman Republik Indonesia (RI) menemukan beberapa permasalahan di Terminal Baranangsiang, Bogor, setelah melakukan inspeksi mendadak pada Sabtu (28/12). Pengelola terminal tersebut, yakni Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui adanya persoalan yang sudah terjadi sejak masih dikelola Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
"Sejak pemerintah pusat (BPTJ atau Kemenhub) menerima pengalihan pengelolaan Terminal Baranangsiang dari Pemkot Bogor pada 12 Februari 2018, memang mewarisi permasalahan yang cukup kompleks," kata Kepala Bagian Humas BPTJ Budi Rahardjo kepada Republika, Ahad (29/12).
Dia menjelaskan, status Terminal Baranangsiang sejak 2012 oleh Pemkot Bogor telah dikerjasamakan dengan swasta, yaitu PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI). Menurut Budi, kerja sama tersebut dilakukan untuk pengembangan terminal agar memberikan pelayanan lebih baik melalui skema bangun guna serah.
Namun, lanjut Budi, PGI tidak kunjung merealisasikan pengembangan Terminal Baranangsiang. "Pengembangan tak juga dilakukan karena adanya penolakan warga tertentu dan komponen-komponen masyarakat yang selama ini beraktivitas di terminal," kata Budi.
Pada perkembanganya, Budi mengatakan, bahkan sebagian dari pelayanan terminal dikelola oleh warga atu kelompok yang menolak pengembangan terminal. Selanjutnya, ketika pengelolaan Terminal Baranangsiang diserahterimakan kepada BPTJ atau Kemenhub, Budi menuturkan, secara hukum mekanisme kerja sama pengembangan terminal oleh PT PGI tetap berlaku.
Oleh karena itu, kata Budi, BPTJ saat ini masih berupaya menjembatani pihak-pihak yang saling berseberangan. Dia menambahkan, selama skema kerja sama dengan swasta tersebut masih ada, pemerintah tidak dimungkinkan melakukan pembangunan atau perbaikan terminal secara signifikan, terutama perbaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meskipun begitu, Budi mengatakan, langkah-langkah yang dilakukan BPTJ untuk menengahi permasalahan sudah menunjukkan kemajuan. Di sisi lain, kata dia, PT PGI saat ini sedang membenahi hal-hal yang bersifat penyesuaian administratif.
Sementara itu, terkait dengan permasalahan yang terjadi saat ini menyangkut pengelolaan terminal tersebut, menurut Budi, merupakan permasalahan sosial yang cukup kompleks. Dia mengatakan, BPTJ tidak mungkin menyelesaikan sendiri.
"BPTJ mengajak semua instansi terkait di Kota Bogor untuk bersama-sama memecahkan masalah ini," ujar Budi.
Sejak Agustus 2019 Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, pembenahan Terminal Baranangsiang butuh peran semua pihak. Bambang mengakui, upaya peningkatan pelayanan Terminal Baranangsiang menghadapi kendala yang tidak mudah.
Meskipun begitu, Bambang mengatakan, dalam tahap berjalannya proses pengembngan dan pembangunan nantinya, fungsi utama Terminal Baranangsiang tidak takan berubah. "Dalam jangka pendek dengan kondisi fisik bangunan yang ada saat ini akan berupaya mengoptimalkan layanan," kata Bambang.
Sementara itu, untuk jangka menengah, Bambang mengatakan, pengembangan kawasan berorientasi transit akan dilakukan untuk mendukung operasional Terminal Baranangsiang. Untuk jangka panjang, kata Bambang, Terminal Baranangsiang nantinya direncanakan dapat terhubung dengan layanan lintas rel terpadu (LRT) Jabodebek lintas Cibubur-Bogor.
Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan praktik pungutan liar (pungli) di Terminal Baranangsiang, Bogor, masih dilakukan. Anggota Ombudsman Ninik Rahayu meminta pengelola terminal yang saat ini di bawah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus segera menindak.
"Ombudsman sudah berkunjung, tolong ini (pungli) ditertibkan," kata Ninik usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Terminal Baranangsiang, Bogor, Sabtu (28/12).
Ninik memastikan, akan memantau bagaimana perubahan yang ada di Terminal Baranangsiang setelah dilakukan sidak. Dia menambahkan, Ombudsman juga akan mengundang pihak terkait selain Kemenhub untuk merespons temuan pungli tersebut.
Terlebih, menurut Ninik, terminal yang sudah dikelola di bawah Kemenhub semestinya berfasilitas maksimal. "Kalau memang ini (dikelola) pemerintah pusat maka segeralah lakukan pembenahan. Setidaknya, pastikan masyarakat pengguna terminal bisa mendapat fasilitas," jelas Ninik.
Dalam inspeksinya, Ninik menemukan, terjadi beberapa pungli yang masih ada di Terminal Baranangsiang. "Misalnya, ada angkot yang sekali ngetem (bayar) Rp 5.000, itu dikelola swasta dan itu tidak diketahui kepala terminal," ujar Ninik.
Tak hanya itu, kejelasan pengelolaan parkir di Terminal Baranangsiang, menurut Ninik, juga tidak sesuai. Sebab, kata Ninik, parkir motor di Stasiun Baranangsiang juga dikelola swasta dan tidak diketahui siapa yang bertanggung jawab.