Jumat 27 Dec 2019 04:00 WIB

Wali Kota Bekasi Datangi Moeldoko untuk Bahas Kartu Sehat

Pepen klaim Kartu Sehat Bekasi memiliki pelayanan memuaskan dan tak persulit pasien

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi bersama jajaran memberikan keterangan pers terkait pemberhentian program pelayanan jaminan kesehatan daerah Kartu Sehat berbasis nomor induk KTP di Bekasi, Jawa Barat, Senin (9/12/2019).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi bersama jajaran memberikan keterangan pers terkait pemberhentian program pelayanan jaminan kesehatan daerah Kartu Sehat berbasis nomor induk KTP di Bekasi, Jawa Barat, Senin (9/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,

BEKASI -- Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi bertemu dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Istana di ruang rapat utama KSP, Komplek Istana Kepresidenan di Jakarta Pusat, Kamis (26/12).

Pria yang akrab disapa Pepen itu dipanggil secara khusus oleh Moeldoko untuk membahas terkait program Kartu Sehat Bekasi yang sempat menjadi polemik karena isu penghentian layanan kartu sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) itu.

Didampingi Kadinkes, Kabag Hukum, Kepala Bappeda, Kepala ITKO, Kadinsos, Dirut RSUD Casbulah Abdulmajid, Staf Ahli Keuangan dan SDM, serta Kadiskominfo, Pepen menjelaskan awal mula kartu sehat berbasis NIK yang merupakan jaminan kesehatan bagi seluruh warga Kota Bekasi.

Ia mengaku walaupun kartu sehat setara dengan kelas tiga namun ditinjau dari segi pelayanan relatif memuaskan makanya ia ingin agar kartu ini dapat digunakan secara berkelanjutan ditengah regulasi pemerintah melalui Perpres Nomor 82 Pasal 102 yang mewajibkan jaminan kesehatan daerah terintegrasi dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Saya tetap berusaha terus untuk memperjuangkan kartu sehat agar di tahun 2020 dapat digunakan dan legal di mata hukum," kata Pepen.

Dia menjelaskan apabila diintegrasikan ke BPJS Kesehatan Pemerintah Kota Bekasi harus membayar iuran sebesar Rp 996 miliar dalam setahun sementara jika dikelola secara mandiri oleh Dinas Kesehatan bersama rumah sakit swasta hanya menghabiskan anggaran Rp 380 miliar dalam satu tahun.

"Karena sakit tidak sakit pemerintah kita (Bekasi) harus membayar iuran selama satu tahun maka dari itu apabila diintegrasikan Kota Bekasi sangat keberatan karena dengan uang kurang lebih Rp 500 miliar dapat digunakan untuk membangun puskesmas, rumah sakit, dan tempat pelayanan lainnya," ungkapnya.

"Kartu sehat juga terdapat pembayaran secara inasibijis dan insidential. Kartu sehat pun tidak dipersulit oleh rumah sakit yang bekerjasama dan kartu sehat pun tidak dipungut untuk iuran," imbuhnya.

Setelah mendengar pernyataan dari Wali Kota Bekasi, Moeldoko selaku KSP juga menyayangkan BPJS tidak bisa seperti kartu sehat."Nantinya hasil pertemuan ini akan dirapatkan ke dalam rapat menteri khusus pembahasan tentang Perpres 82 dan Kota Bekasi akan diberikan hasilnya," kata Pepen seperti dikutip dari pernyataan Moeldoko.

Wali Kota Bekasi itu juga berharap tahun 2020 mendatang Kota Bekasi diberikan wewenang untuk mengelola kesehatan sendiri. "Dan jika diberikan wewenang maka Kota Bekasi dapat membangun rumah sakit tipe D lagi sebanyak tiga rumah sakit," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement