Sabtu 21 Dec 2019 03:43 WIB

Ini Mengapa Pakar tak Sarankan Membunuh Ular

Ular tetap dibutuhkan untuk mengendalikan populasi tikus.

Seorang pawang ular Kebun Binatang Bandung memperlihatkan teknik sederhana menangani ular kobra usai diaskusi maraknya fenomena kobra, di Bandung Zoo, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (17/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Seorang pawang ular Kebun Binatang Bandung memperlihatkan teknik sederhana menangani ular kobra usai diaskusi maraknya fenomena kobra, di Bandung Zoo, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (17/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia Aji Rachmat mengatakan ular-ular yang ditemukan di daerah rumah warga harus dipindahkan untuk pengendalian populasi. Karena jika dikurangi secara signifikan maka akan terjadi ledakan populasi dari tikus yang merupakan menu utama ular.

"Ular ini harus dipindahkan kalau mengganggu karena kalau sampai dikurang populasinya maka makanannya bisa terjadi ledakan populasi. Khawatirnya tahun depan jika kobra berkurang tidak ada lagi yang memburu tikus," ujar Aji ketika dihubungi di Jakarta pada Jumat (20/12).

Baca Juga

Siklus rantai makanan adalah sesuatu yang harus dipertahankan karena itu dia meminta bila ada yang melihat kemunculan kobra di dekat pemukiman warga untuk menghubungi pihak profesional. Seperti petugas pemadam kebakaran atau komunitas pencinta ular untuk dibantu pemindahannya.

Kunci utamanya adalah pengendalian, kata ketua LSM konservasi ular itu, dengan tidak semua ular ditangkap. Ia menyarankan mengurangi populasi ular untuk memastikan rantai makanan tetap terjaga dan menghindari ledakan populasi.

Sebelumnya, beberapa daerah di Indonesia dikejutkan dengan penemuan banyak anakan kobra di rumah atau daerah sekitar pemukiman warga. Kemunculan ular berbisa itu sendiri memang tidak mengejutkan, menurut Aji, karena musim hujan adalah saatnya telur kobra menetas.

Dalam sekali bertelur, induk kobra bisa dapat menghasilkan 20 butir telur yang ditinggalkan di tempat lembab. Anakan setelah menetas itu kemudian berkeliaran dan terlihat oleh warga, meski sebenarnya kobra dewasa cenderung menghindari pertemuan dengan manusia.

Yayasan Sioux Ular Indonesia sendiri mendapatkan banyak laporan selama 2019 dengan permintaan penyelamatan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tapi hal itu tidak berarti terjadi lonjakan populasi kobra, karena kemungkinan besar itu terjadi akibat informasi tentang kelompok itu semakin tersebar dan masyarakat tidak segan menghubungi untuk memindahkan ular-ular tersebut.

"Kalau soal jumlah (populasi kobra) bisa jadi sama tapi mungkin dulu biasanya langsung dibunuh sekarang masyarakat meminta bantuan. Perubahan perilaku itu sangat bagus karena berarti masyarakat sadar bahwa ketemu ular tidak harus dibunuh," tegas dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement