Kamis 19 Dec 2019 16:27 WIB

Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Masih Banyak Terjadi

Komnas Perempuan mencatat 2.988 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati mengikuti rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmavati, menyebutkan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan masih banyak terjadi pada 2019. Selain itu, kebijakan diskriminatif juga masih bermunculan di sejumlah daerah.

"Masih banyaknya kasus kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam catatan tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan Tahun 2019 yang mencatat sebanyak 2.988 kasus atau 31 persen dari kasus terhadap perempuan yang dilaporkan," jelas Bintang pada kegiatan Laporan Pertanggungjawaban Publik Komisi Nasional Perempuan 2015-2019 di Jakarta Pusat, Kamis (19/12).

Baca Juga

Karena itu, menurutnya, ke depan masih diperlukan pengantisipasian akan terjadinya berbagai persoalan kekerasan terhadap perempuan. Bintang juga melihat, saat ini masih bermunculan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif di sejumlah daerah.

Ia menyebutkan, kebijakan seperti itu terjadi lantaran konservatisme dan politik identitas yang menguat. "Kehadiran kebijakan diskriminatif ini tidak hanya berdampak pada perempuan, tapi juga berpotensi mendelegitimasi konstitusi, merapuhkan daya rekat kebangsaan, serta menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional," katanya.

Tantangan ke depan, terutama bagi perempuan, Bintang sebut akan semakin kompleks dan harus menjadi perhatian bagi Komnas Perempuan. Tantangan seperti adanya kesenjangan ekonomi, ketidakpastian hukum, dan minimnya rasa aman bagi perempuan.

"Untuk itu, bersama-sama dengan stakeholder lainnya, diharapkan Komnas Perempuan dapat berkolaborasi dalam mengatasi hal-hal tersebut. Agar nantinya, kita bisa bersama-sama visi Indonesia Emas 2045," ungkap dia.

Di samping itu, ia juga mengatakan, penegakan hak asasi manusia (HAM) masih dirasakan belum berjalan secara optimal. Menurutnya, pemenuhan HAM bagi perempuan masih terkendala adanya isu seperti wacana pembagian secara dikotomis antara ruang publik dan ruang privat.

"Adanya dikotomi urusan publik dan privat ini tanpa disadari turut serta melanggengkan pelanggaran hak asasi perempuan," katanya.

Karena itu, jelas dia, paradigma partisipatif saat ini menjadi penopang dasar dalam kelangsungan perubahan. Partisipasi dalam konteks yang paling dasar meletakkan peran setiap individu ataupun kelompok dalam peran substansif dan tidak hanya terbatas pada peran prosedural semata.

"Bahkan lebih jauh lagi, individu maupun kelompok merupakan pemilik dari tujuan menuju perubahan, yaitu keadilan, kesejahteraan umum, demokrasi, ataupun kepentingan-kepentingan lain yang bersifat publik," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement