Rabu 18 Dec 2019 21:25 WIB

Kasus Jiwasraya Naik ke Penyidikan, Tapi Belum Ada Tersangka

Kejakgung membentuk tim khusus untuk menangani kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan keterangan pers terkait penanganan dan perkembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan keterangan pers terkait penanganan dan perkembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Kejaksaan Agung (Kejakgung) hari ini mengumumkan peningkatan status kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Tim penyidik Kejakgung menyimpulkan Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi yang modalnya berasal dari dana nasabah.

Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangan pers, Rabu (18/12), mengatakan, pelanggaran prinsip kehati-hatian dilihat dari penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial. Penempatan itu demi mengejar keuntungan besar.

Baca Juga

"Dari jumlah tersebut, 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham perusahaan yang berkinerja buruk," ujar Burhanuddin.

Selanjutnya, dari penempatan 59,1 persen reksadana senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial, 98 persennya dikelola manajer investasi berkinerja buruk. Akibatnya, lanjut dia, asuransi Jiwasraya saving plan mengalami gagal bayar terhadap klaim jatuh tempo dan sudah diprediksi BPK sesuai laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi investasi, pendapatan dan biaya operasional.

"Sebagai akibat transaksi tersebut, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sampai dengan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun. Hal ini merupakan perkiraan awal. Jadi Rp13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ujar Burhanuddin.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Togarisman sudah menerbitkan surat perintah penyidikan nomor 33/F2/FG2/12 tahun 2019 pada 17 Desember 2019. Namun, belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu.

"Penyidikan itu dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi yang melibatkan grup tertentu, ada 13 grup di 13 perusahaan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan (GCG)," katanya.

Adi Toegarisman menambahkan perkara itu ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Juni 2019 dan hingga saat ini sudah memeriksa 89 orang. Namun, karena menyangkut beberapa wilayah lebih luas dan kasus yang besar, kasus itu kini ditangani Kejaksaan Agung RI.

"Kami sedang mengerjakan di tahap penyidikan. Kami kumpulkan alat bukti untuk membuktikan termasuk akan koordinasi tentang perhitungan kerugian negara dengan lembaga yang punya kewenangan," katanya.

photo
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Respons Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa persoalan keuangan yang dialami BUMN yang bergerak di bidang asuransi yaitu PT Jiwasraya sudah terjadi lebih dari 10 tahun. Jokowi mengakui, masalah yang dialami Jiwasraya bukanlah masalah yang ringan.

"Ini adalah persoalan yang sudah lama sekali mungkin 10 tahun yang lalu, Problem ini dalam tiga tahun ini sebetulnya kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini tapi ini bukan masalah yang ringan," kata Presiden Jokowi dalam diskusi dengan wartawan di kota Balikpapan, Rabu.

Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah mengakui tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai Rp12,4 triliun yang jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 (gagal bayar). Kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.

"Tapi setelah pelantikan kemarin, Pak Menteri BUMN kemarin sudah rapat di Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. yang jelas gambaran solusinya sudah ada, kita tengah mencari solusi itu, sudah tapi ada masih dalam proses semuanya," tambah Presiden.

Namun bila masalah masuk kategori hukum, maka penegak hukum yang akan menyelesaikannya.

"Tapi yang berkaitan dengan hukum ya ranahnya memang sudah masuk ke kriminal sudah masuk ke ranah hukum dan alternatif penyelesaian itu memang masih dalam proses. Kita harapkan nanti segera selesai," ungkap Presiden.

Menteri BUMN Erick Thohir yang ikut dalam wawancara tersebut mengatakan perbaikan Jiwasraya didahului dengan restrukturisasi perusahaan tersebut.

"Prosesnya diawali nanti dengan restrukturisasi. Sesuai yang diharapkan oleh Bapak Presiden memang bahwa banyak hal yang di BUMN itu harus direstrukturisasi, tidak hanya Krakatau Steel tapi juga salah satunya Jiwasraya," kata Erick.

Untuk Jiwasraya sendiri menurut Erick persoalan sudah terjadi sejak 2006. "Khususnya buat Jiwasraya sebenernya kan hal ini sudah mulai terjadi 2006 tapi terus 2011 meningkat. Karena itu memang proses restruktrurisasi yang dilakukan sampai 10 tahun ini pasti memerlukan waktu," tambah Erick.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Jiwasraya dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (16/12), Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan laporan keuangan Jiwasraya defisit karena sebelumnya BUMN ini gagal mengelola aset yang dimiliki. Di antaranya, dalam memilih instrumen investasi khususnya saham.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan melibatkan aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus ini. Hal tersebut dilakukan guna mengantisipasi adanya kemungkinan tindakan kriminal di balik masalah Jiwasraya.

Sri Mulyani melanjutkan, pihaknya akan secepatnya mengirimkan berkas-berkas terkait kasus ini kepada aparat hukum. Ia akan melibatkan sejumlah pihak mulai dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement