REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris, mengatakan keberadaan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) terpaksa dibentuk Presiden Joko Widodo. Meskipun, dia mengatakan, keberadaan lembaga tersebut sebenarnya tidak diinginkan.
"Kita kan tidak menginginkan dewas KPK, tapi ini sudah jadi UU. Sehingga ini mau nggak mau harus diadakan atau dibentuk," kata Syamsudin Haris di Jakarta, Rabu (18/12).
Hal tersebut diungkapkan Syamsudin menyusul sejumlah nama yang bakal menduduki kursi dewas KPK. Nama-nama calon anggota dewas tersebut juga sudah diungkapkan Presiden Jokowi saat meninjau lokasi ibu kota baru di Kalimantan. Di antaranya adalah mantan Hakim Agung Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, Hakim Albertina Ho dan mantan Ketua KPK Taufiequerachman Ruki. Jokowi memastikan bahwa orang-orang yang terpilih sebagai Dewan Pengawas adalah orang-orang yang baik.
Terkait hal tersebut, Syamsudin mengaku pemilihan anggota Dewas merupakan kewenanagan presiden sesuai dengan Undang-Undang (UU) KPK hasil revisi. Dia mengatakan, berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK penunjukan anggota dewas tidak menggunakam Panitia Seleksi (Pansel).
"Jadi memang, apa boleh buat dan itu pasti subjektif sekali," ujar Syamsudin lagi.
Meski demikian, dia enggak mengomentari lebih jauh terkait nama-nama yang masuk dalam daftar Dewas KPK. Dia juga enggan menilai komposisi ideal dari para anggotanya itu. Menurutnya, ideal dan efektif atau tidaknya itu belum biaa dinilai karena mereka belum mulai bekerja.
"Tapi tentu yang ideal bagi kita belum tentu ideal bagi Presiden Jokowi. Kenapa? Sebab bagi kita dewas itu ya tidak ada," katanya.
Lima orang anggota Dewas KPK encananya akan dilantik bersama dengan lima orang komisioner KPK 2019-2023 pada 20 Desember 2019 nanti. Selain nama-nama di atas, Jokowi juga mengungkapkan asanya calon dari jaksa dan ekonom. Namun presiden hingga kini belum mau menyebutkan nama-nama mereka. Presiden mengaku masih akan terus menyaring usulan nama-nama tersebut sampai Kamis (19/12).
Dewan Pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai dan lainnya. Dewan Pengawas juga menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan.
Pasal 69A ayat (l) UU No 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK menyatakan, "Ketua dan anggota Dewan Pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia."
Kehadiran Dewan Pengawas di bawah Presiden memang diatur sebagaimana dalam Pasal 37A, Pasal 37B, Pasal 37C, Pasal 37D, Pasal 37E, Pasal 37F, dan Pasal 37G serta Pasal 69A, Pasal 69B, Pasal 69C, dan Pasal 69D.