Selasa 17 Dec 2019 13:11 WIB

Laporan TII: Ideologi Parpol Mulai Memudar

Memudarnya ideologi membuat parpol hanya sekadar menjadi kendaraan politik.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
The Indonesian Institute (TII) merilis laporan akhir tahun Indonesia 2019 dengan mengangkat beragam topik termasuk persoalan politik sepanjang 2019, di kantor The Indonesian Institute, Menteng, Jakarta, Selasa (17/12).
Foto: Republika/Ali Mansur
The Indonesian Institute (TII) merilis laporan akhir tahun Indonesia 2019 dengan mengangkat beragam topik termasuk persoalan politik sepanjang 2019, di kantor The Indonesian Institute, Menteng, Jakarta, Selasa (17/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Indonesian Institute (TII) merilis laporan akhir tahun Indonesia 2019 dengan mengangkat beragam topik termasuk soal politik. Dalam laporannya, TII menyoroti mulai memudarnya ideologi partai politik (parpol) pascapemilihan umum (pemilu) 2019 lalu.

Dalam paparanya, Manajer Riset dan Program TII Arfianto Purbolaksono meneropong lima tipe kategori parpol sepanjang 2019. Kelimanya adalah catch all-party personalitic, catch all party-programmatic, catch all party programmatic dan match all party-programmatic serta match all party-programmatic. Kelima tipe kategori itu yang menjadi faktor lemahnya hubungan antara ideologi dan arah gerak parpol

Baca Juga

"Padahal ideologi ini yang seharusnya menjadi identitas partai. Untuk membedakan antara partai yang satu dengan yang lain dapat dilihat dari ideologi yang dianut oleh partai tersebut," terang Arfianto di Kantor The Indonesian Institute, Menteng, Jakarta, Selasa (17/12).

Oleh karena itu, kata Arfianto ada parpol dengan ideologi nasionalis menggandeng parpol berbasis Islam. Maka tidak heran jika pada akhirnya Partai Nasional Demokrat (Nasdem) melakukan konsolidasi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) beberapa waktu lalu.

Bahkan kedua partai berbeda ideologi ini menghasilkan beberapa kesepahaman, salah satunya sepakat menjaga kedaulatan NKRI dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dengan baik dan benar.

"Memudarnya pengaruh ideologi dan menguatnya pragmatisme dikhawatirkan akan membuat partai hanya akan menjadi kendaraan politik untuk meraih kekuasaan belaka," tutur Arfianto.

Dalam kesempatan itu, Arfianto juga menyoroti pengaruh kekuatan elite parpol dalam rekruitmen politik. Akibatnya rekruitmen politik hanya dikuasai oleh segelintir atau sekelompok orang. Sebagai contoh,  untuk calon untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) harus ada rekomendasi atau restu dari ketua umum atau pengurus pusat.

"Ke depannya seluruh partai politik harus melakukan reformasi internal partai baik yang terkait dengan penguatan kelembagaan, perbaikan rekruitmen, maupun terkait transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik," tutup Arfianto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement