Senin 16 Dec 2019 18:45 WIB

Polda Metro Kembali Ungkap Sindikat Penipuan Rumah Syariah

Sebanyak 3.680 nasabah menjadi korban penipuan sindikat rumah syariah.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono (tengah) memberikan keterangan pers saat rilis kasus sindikat mafia perumahan syariah di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gatot Eddy Pramono (tengah) memberikan keterangan pers saat rilis kasus sindikat mafia perumahan syariah di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subdit 2 Harta dan Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Metro Jaya kembali mengungkap kasus penipuan dengan modus penjualan rumah syariah. Sebanyak 3.680 orang pun telah menjadi korban penipuan sindikat tersebut.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono mengatakan, pihaknya telah menangkap empat tersangka dalam sindikat penipuan tersebut, yakni berinisial MA, SW, CB, dan S. Gatot menyebut, total kerugian yang dialami oleh ribuan korban itu mencapai Rp 40 miliar. Polisi pun telah memeriksa sebanyak 63 korban dalam kasus itu.

Baca Juga

"(Para tersangka) menawarkan perumahan harga murah dengan iming-iming perunahan syariah. Harganya murah, tanpa riba, tanpa checking bank sehingga masyarakat tertarik," kata Gatot dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Senin (16/12).

Gatot mengungkapkan, keempat tersangka memiliki peran yang berbeda-beda. Tersangka MA berperan sebagai Komisaris PT Wepro Citra Sentosa yang berinisiatif dan merencanakan pembangunan perumahan syariah fiktif tersebut.

Sementara itu, tersangka SW berperan sebagai Direktur Utama PT Wepro Citra Sentosa. Ia bertugas menjalankan perusahan serta bekerja sama dengan pihak lain untuk menjual perumahan fiktif tersebut.

Sedangkan, tersangka CB berperan sebagai karyawan pemasaran yang membuat iklan dan brosur penjualan rumah. Tujuannya untuk meyakinkan para konsumen membeli rumah fiktif yang mereka tawarkan.

Adapun, tersangka S yang merupakan istri dari tersangka MA. Dia berperan sebagai pemegang rekening yang menampung uang dari para korban.

Gatot menjelaskan, perumahan syariah itu rencananya akan dibangun di daerah Tangerang Selatan dan Banten. Tersangka pun berjanji kepada para korbannya bahwa pembangunan perumahan itu akan rampung pada bulan Desember 2018 dan sudah dapat ditempati.

Namun, hal itu tidak kunjung terealisasikan. "Faktanya (kunci rumah) tidak diberikan hingga Maret 2019," ungkap Gatot.

Para tersangka mengaku, uang yang telah dibayarkan oleh para korban mereka gunakan untuk menggaji karyawan dan membebaskan lahan di dua lokasi berbeda. Namun, hingga saat ini, perumahan syariah itu belum juga terlihat wujudnya, seperti yang dijanjikan kepada para korban. Para tersangka justru melarikan diri dengan menggunakan uang para korban.

Dari tangan para tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya brosur penjualan, bukti pembayaran para korban, dan master plan pembangunan perumahan.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Wadirkrimum Polda Metro Jaya, AKBP Dedy Murti menyebut, saat ini pihaknya masih memburu dua tersangka lainnya yang juga terlibat dalam sindikat penipuan itu. Dedy menuturkan, kedua buronan itu berperan sebagai karyawan pemasaran dan juga meyakinkan para konsumen untuk membeli rumah yang mereka tawarkan.

"Sementara ada dua (DPO) itu tidak berhenti, masih kita dalami. Semoga dengan press release-nya kapolda ini bisa menggugah yang lainnya, termasuk korban lainnya yang belum memberikan informasi bermanfaat bagi penyidik dalam pengembangan ini," tutut Dedy.

Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati saat akan membeli rumah. Terutama dengan iming-iming harga murah.

Dedy menjelaskan, sebelum masyarakat membeli rumah dapat melakukan pengecekan ada atau tidaknya izin perusahaan pembangunan perumahan ke Kementerian PUPR maupun Kementerian Agama, serta leag formilnya terpenuhi atau tidak.

"Atau mengecek ke bagian perizinan di Pemda setempat pasti itu ada terdaftar dan itu bisa dicek online," imbuh Dedy.

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 137 Jo Pasal 154, Pasal 138 Jo Pasal 45 Jo Pasal 55, Pasal 139 Jo Pasal 156, Pasal 145 Jo Pasal 162 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 tahun 2011 tentang Perumahan dan atau Pasal 3,4 dan 5 UU RI Nomor 08 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan ancaman hukuman di atas 20 tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement