Kamis 12 Dec 2019 19:19 WIB

Soal UN, JK: Kalau Bangsa Mau Hebat Harus Lewati Hal Susah

JK menilai UN masih relevan untuk diterapkan dalam mengukur kompetensi pelajar.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla saat diwawancari wartawan di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (12/12).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla saat diwawancari wartawan di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla mengatakan, pergantian sistem penilaian untuk Ujian Nasional (UN) yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim perlu dikaji terlebih dahulu. Menurut dia, UN masih relevan diterapkan dalam mengukur kompetensi pelajar di Indonesia.

"Iya, dikaji dulu lah. (Pelajar) Kalau tidak ditantang, tidak diuji bagaimana mau, kalau tidak diajak kerja keras," ujar JK kepada wartawan di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (12/12).

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Menurut dia, memutuskan untuk menghapus UN tidak hanya berdasarkan protes para guru, orang tua, dan murid karena mengaku kesulitan menghadapi UN. Ia mengatakan, apabila mau menjadi bangsa yang hebat harus harus melewati kesusahan.

"Alasannya karena ada guru protes, orang tua protes, murid protes, karena susah, sehingga dihapus, itulah alasannya menghapus karena susah. Loh kalau mau bangsa hebat harus melewati hal yang susah, kalau melayani semua protes karena susah itu kan kita akan lembek pasti," jelas JK.

Ia mengaku belum mengetahui dengan jelas sistem penilaian yang akan menggantikan UN tersebut. Akan tetapi, kata dia, pelajar di Indonesia masi membutuhkan dorongan atau external pressure untuk bekerja keras.

JK menuturkan, jangan samakan pendekatan sistem pendidikan Indonesia dengan Finlandia. Ia menyebutkan, penduduk Finlandia yang berjumlah sekitar lima juta jiwa tidak bisa disamakan dengan jumlah penduduk di Tanah Air yang mencapai 260 juta jiwa.

Sehingga, perlu ada standar nasional untuk menilai kelulusan pelajar Indonesia. "Kalau penduduk (Indonesia) lima juta kita juga bisa memerdekan belajar. Tapi 260 juta gimana, tanpa suatu standar yang baik nasional," tutur JK.

JK menyatakan kurang sepakat dengan wacana penghapusan UN. Sebab, berdasarkan data yang dia miliki, ketika UN tidak menentukan kelulusan, tren kualitas pendidikan di Indonesia menurun.

"Ujian sekolah mengujikan apa yg telah diajarkan. Ujian nasional mengujikan apa yang seharusnya anak tahu. Kamu (awak media) ujian nasional enggak? Bagaimana perasaan, belajar keras kan? Sebelumnya belajar tidak kalau tidak UN? Itu saja jawabannya," kata JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement