Kamis 12 Dec 2019 02:00 WIB

KPK Minta KPU Larang Mantan Napi Koruptor Ikut Pilkada

KPK berharap koruptor dilarang maju pilkada.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Hafil
KPK berharap koruptor dilarang maju pilkada. Foto: Ilustrasi Kepala daerah korupsi (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
KPK berharap koruptor dilarang maju pilkada. Foto: Ilustrasi Kepala daerah korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengubah sejumlah pasal dalam Peraturan KPU 18/2019 tentang pencalonan kepala daerah dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Revisi tersebut, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang mantan terpidana dicalonkan dalam Pilkada 2020.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, putusan MK, Rabu (11/12) bertalian dengan PKPU 18/2019 yang diundangkan 2 Desember lalu. Putusan MK sebagai produk konstitusional yang lebih tinggi, harus diimplementasikan ke dalam PKPU. “Sebagai tindak lanjut dan agar langsung dapat diimplementasikan, materi yang sudah ditegaskan MK, perlu dituangkan secara lebih teknis di PKPU,” kata dia.

Baca Juga

Febri menerangkan, putusan MK punya perspektif yang maju dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Meski putusan MK tak spesifik membahas tentang mantan terpidana korupsi, namun putusan tersebut, umum mengatur tentang larangan para mantan terpidana menjadi peserta dalam pilkada. Kata Febri, putusan MK tersebut, juga otomatis melarang mantan terpidana korupsi, menjadi peserta pilkada.

“Dari perspektif pemberantasan korupsi, KPK melihat putusan MK ini dapat mengurangi risiko koruptor kembali menjadi kepala daerah,” terang Febri.

Ia menambahkan, putusan MK menegaskan, larangan mantan terpidana mencalonkan diri dalam pilkada selama lima tahun selepas menjalani hukuman pokoknya. Selama ini, larangan berpartisipasi dalam politik tersebut, kerap menjadi salah satu tuntutan tambahan Jaksa KPK terhadap para terdakwa korupsi.

Para Hakim di pengadilan tindak pidana korupsi, pun biasanya kerap mengabulkan tuntutan tambahan Jaksa tersebut, dengan pencabutan hak politik terpidana korupsi. Putusan MK tentang mantan narapidana dalam pilkada, pun semakin menguatkan  kebijakan para Hakim Tipikor tentang pencabutan hak politik sebagai hukuman tambahan  terpidana korupsi selama ini.

“Dalam pidana korupsi, selain hukuman penjara, ada denda, uang pengganti, dan juga pidana tambahan, pencabutan hak politik,” kata Febri. Selanjutnya, kata Febri, sebagai respons atas putusan MK tersebut, KPK berharap agar KPU yang tak melarang para mantan terpidana korupsi maju dalam pilkada, segara diimplementasikan dalam PKPU revisi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement