Selasa 10 Dec 2019 11:11 WIB

Penjelasan Mahfud MD Soal RUU KKR

Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan kasus HAM masa lalu.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan
Foto: Republika/Prayogi
Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan, penjuru pembahasan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) ada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Dalam pembahasannya, seluruh pemangku kepentingan, termasuk keluarga korban, akan diajak bicara.

Baca Juga

"Gini yah, masalah KKR itu, penjurunya nanti Menkum HAM, bukan Kemenko Polhukam. Sehingga nanti penjurunya dari sana, sehingga saya hanya mem-feeding saja," ujar Mahfud saat akan meninggalkan kantornya, Senin (9/12) malam.

Setelah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, pemerintah akan langsung membuat draft materi RUU tersebut. Dalam prosesnya, pemerintah akan mengundang seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan keluarga korban kejahatan HAM berat masa lalu.

"Pasti. Dan tahap itu (pembahasan dengan mengundang para pemangku kepentingan) sudah kita mulai," jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Pemerintah memang akan menyeleksi kasus pelanggaran HAM berat masa lalu mana saja yang akan diselesaikan melalui KKR. Langkah tersebut akan diambil setelah RUU KKR dipastikan masuk ke dalam prolegnas.

"Setelah nanti UU KKR dibahas, kalau itu jadi, maka pemerintah yang kali ini diwakili Menko (Polhukam), dan di situ ada Jaksa Agung, maka melakukan verifikasi mana mana saja sih yang tidak bisa dibawa ke yudisial," ujar Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi, di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (4/12).

Ia menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan masalah dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut dia, kasus-kasus itu dibagi menjadi tiga kategori, yakni yang dapat diproses hukum, yang proses hukumnya sudah berjalan, dan yang tidak bisa diproses. KKR, kata dia, diperlukan untuk menjawab kasus-kasus yang tidak dapat diproses melalui jalur hukum.

"Kalau yang tidak bisa diproses ya harus cari jalan ya. Masa ya pengen terus-menerus dibiarkan begitu saja. Kalau dibiarkan begitu saja kan tidak ada kepastian," terangnya.

Di samping itu, anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy, mengatakan, ada dua pekerjaan rumah bagi pemerintah jika Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) benar dibangkitkan kembali. Pemerintah, kata dia, harus meyakinkan baik pihak korban maupun terduga pelaku bahwa KKR tidak berdampak negatif kepada mereka.

"Tugas pemerintah adalah meyakinkan orang-orang korban ini, yang masih belum yakin bahwa KKR itu akan membuat kehidupan lebih baik ke depan, tanpa diskriminasi dan tidak akan ada impunitas," ujar Ahmad.

Selain kepada pihak korban, Ahmad mengatakan, pemerintah juga perlu meyakinkan pihak terduga pelaku. Menurutnya, pemerintah harus meyakinkan para terduga pelaku bahwa pengakuan salah dan meminta maaf kepada pihak korban bukanlah sesuatu yang hina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement