REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGANGUNG -- Aparat Kepolisian Resort Tulungagung, Jawa Timur, Senin, menggelar rekonstruksi pembunuhan pasangan suami-istri di Dusun Ngingas, Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur.
Dua tersangka pelaku pembunuhan, Deni Yonatan Fernando Irawan (25) dan Mohammad Rizal Saputra (22) yang tak lain masih tetangga satu desa dengan korban, turut dihadirkan untuk memeragakan 68 adegan yang menggambarkan kronologi pembunuhan.
Rokunstruksi dilakukan tertutup mulai pukul 08.30 WIB hingga selesai di rumah korban pasutri atas nama Suprihatin dan Adi Wibowo alias Didik (58), di Dusun Ngingas, Desa Campurdarat, Tulungagung.
Ratusan warga yang penasaran dan menunggui jalannya rekonstruksi, hanya bisa melihat dari jarak 50 meter dari lokasi reka adegan pembunuhan yang telah dikelilingi garis polisi tersebut.
"Rekontruksi ini dimulai ketika kedua tersangka datang hingga berusaha membuang barang bukti," kata Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia dikonfirmasi usai rekonstruksi.
Dari reka adegan pembunuhan itu pula polisi memastikan tersangka sempat menggunakan senapan angin laras panjang untuk memukul kepala korban Didik.
Fakta ini menjawab keberadaan potongan besi seperti bagian untuk pengincar sasaran bidik, yang ditemukan menancap di kepala bagian belakang korban Didik. "Tapi hasil penyidikan tidak ditemukan bukti bahwa pembunuhan ini dilakukan secara terencana," katanya.
Menurut Pandia, senapan angin dibawa tersangka Fernando karena kebetulan saat menagih STNK sepeda motor yang sebelumnya diserahkan kepada korban untuk dibantu pengurusan registrasi lima tahunan tak kunjung dikembalikan.
Pembunuhan spontan dilakukan saat korban Suprihatin yang ditemui pertama kali justru bicara kasar dan menghina Fernando sehingga tersangka naik pitam.
Fernando memukul Suprihatin kali pertama menggunakan kaki meja terbuat marmer yang tercatat di reka adegan ke-15. "Untuk tambahan pasal, kami pelajari lebih dulu hasil rekonstruksi ini," katanya.
Selain adegan membunuh Suprihatin, kedua tersangka juga melakukan reka adegan saat memukul Didik yang masih tertidur pulas, menggunakan kayu hingga tewas di kamar belakang.
Keduanya juga memeragakan ketika akan berusaha menghilangkan barang bukti pembunuhan, termasuk senapan angin yang dibuat untuk memukul kepala Suprihatin ke ladang yang berada tepat di belakang rumah korban.
"Senapan anginnya sempat dibuang. Tapi sehari setelah membunuh, diambil lagi. Baru seminggu kemudian, Fernando kabur ke Kalimantan dengan membawa senapan anginnya itu," katanya.
Pandia mengakui rekontruksi ini merupakan kali ketiga setelah kedua tersangka diamankan. Bahkan, kali ini pihaknya juga mengundang dari kejaksaan guna mengetahui alur dari pembunuhan sadis tersebut. "Secepatnya kami limpahkan ke pengadilan," katanya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tulungagung, Anik Partini mengatakan, rekonstruksi diperlukan untuk memastikan kronologi kejadian secara utuh dan komprehensif.
"Dalam setiap perkara pembunuhan seperti ini, memang harus ada rekontruksi untuk melihat sejauh mana peran para pelaku," kata Anik.
Pembunuhan pasutri Didik dan Suprihatin terjadi pada 8 November 2018. Dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap dua tersangka, pembunuhan itu dilatarbelakangi masalah jasa hregistrasi STNK.
Nando -panggilan Deni Yonatan Fernando- sebelumnya meminta tolong kepada Didik yang membuka jasa kepengurusan STNK untuk mengurus STNK-nya. Namun setahun berselang, STNK yang dijanjikan tak kunjung selesai. Padahal, Nando sudah menyerahkan uang sebesar Rp 600 ribu kepada Didik untuk mengurus STNK itu.
Setelah melakukan pembunuhan terhadap kedua suami istri itu, Rizal maupun Nando kabur ke Kalimantan untuk menghindari proses hukum. Keduanya diamankan dari perkebunan sawit di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.