Senin 09 Dec 2019 19:12 WIB

Kartu Bekasi Sehat Disetop, Pemkot Minta Fatwa ke MA

Kartu Bekasi Sehat sementara tidak berlaku merujuk pada Perpres Jaminan Kesehatan.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Andri Saubani
Warga memperlihatkan kartu sehat berbasis nomor induk KTP Kota Bekasi saat melakukan proses berobat sakit, di salah satu Puskesmas, di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2019).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Warga memperlihatkan kartu sehat berbasis nomor induk KTP Kota Bekasi saat melakukan proses berobat sakit, di salah satu Puskesmas, di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi melalui Tim Advokasi Patriot akan mengajukan permhonan fatwa Mahkamah Agung (MA) soal pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah Kota Bekasi, Kartu Sehat Berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK). Hal itu menyusul adanya Perpres tentang Jaminan Kesehatan yang mewajibkan pemerintah daerah wajib mengintegrasikan seluruh Jamkesda ke dalam BPJS Kesehatan.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, pihaknya akan meminta fatwa MA terkait pengintegrasian Jaminan Kesehatan Daerah ke dalam BPJS Kesehatan. Ia menyatakan, dengan adanya Perpres Jaminan Kesehatan itu, pihaknya tidak lagi dapat menyediakan jaminan kesehatan kepada masyarakat Kota Bekasi.

Baca Juga

"Kita mau melakukan fatwa terhadap materi terkait Perpres Nomor 82 tahun 2018, Perpres nomor 75 tahun 2019 perubahan dari 82," kata Rahmat kepada awak media, Senin (9/12).

Rahmat mengakui, pemerintah daerah wajib mengintegrasikan jaminan kesehatan. Akan tetapi, pihaknya tetap diharuskan menyediakan layanan kesehjaheraan.

"Kita mengacu pada Undang-Undang Dasar bahwa negara wajib mensejahterakan, itu di pasal 28 H," kata dia.

Selain UUD 1945, Wali Kota Bekasi tersebut juga menjelaskan, Pemerintah Kota juga memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan kesehatan yang sudah tertulis dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

"Ada juga di Undang-undang Otonomi Daerah berkenaan dengan urusan yang menjadi wajib bagi daerah, yaitu: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan tata ruang," ujar dia.

photo
Walikota Bekasi Rahmat Effendi memberikan penjelasan kepada Republika.co.id seusai memimpin apel pagi di Kantor Walikota Bekasi, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Bekasi, Senin (5/8).

Rahmat juga menceritakan, Jaminan Kesehatan yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi telah dilakukan sejak 2012. Ia melanjutkan, saat itu KS-NIK bernama Kartu Bekasi Sehat.

Menurutnya, adanya Jaminan Kesehatan Daerah tersebut sangat membantu masyarakat Kota Bekasi. Pasalnya, masih terdapat sekitar 500 ribu orang yang belum memiliki jaminan kesehatan, baik BPJS maupun PBI.

Sebelumnya, dalam Surat Edaran Wali Kota Bekasi nomor 440/7894/DINKES tertanggal 29 November 2019 dituliskan, KS-NIK diberhentikan sementara terhitung 1 Januari 2020.  Akan tetapi, Rahmat Effendi menjelaskan, pihaknya tidak akan menghentikan KS-NIK.

Ia mengaku tetap menjalankan Jamkesda tersebut sebagaimana saran dari Kementerian Dalam Negeri dan juga KPK agar KS-NIK bersifat komplementer dengan layanan yang telah disediakan BPJS Kesehatan. "Kalau (saran) KPK kemarin kan intinya agar tidak terjadi double cost," kata dia.

Selain akan meminta fatwa kepada MA, Tim Advokasi Patriot juga akan melakukan judicial review terhadap UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS. Salah satu anggota Tim Advokasi Patriot, Hadi Sunaryo mengatakan, terdapat hal kontradiktif dalam UU BPJS Kesehatan salah satunya terkait dengan lembaga yang bersifat nonprofit.

"Tapi coba baca pasal 17-nya itu sangat jelas bahwa kalau kita tidak bisa bayar BPJS, ada sanksi administrasi kemudian ada denda. Denda ini yang parah karena artinya memperoleh keuntungan," kata Hadi kepada awak media.

Ia pun mengaku telah siap mengajukan dua mekanisme hukuk tersebut. Ia juga menjelaskan, UU BPJS sebenarnya sudah pernah mengalamu judicial review dan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"BPJS ini sudah enam kali digugat dan hasilnya semuanya ditolak. Tapi yang selama ini ditolak itu pasal 14 dan 16 soal keikutsertaan wajib," kata dia.

Hadi pun menegaskan, mekanisme hukum yang akan diajukan ke MK tidak berkaitan dengan KS-NIK yang berjalan di Kota Bekasi. Ia menyebutkan, mekanisme hukum yang berkaitan dengan KS-NIK adalah soal pengintegrasian Jaminan Kesehatan yang diatur dalam Perpres.

"Kalau di MA kita menggugat soal Perpres Nomor 82 Tahun 2018 yang mencabut kewenangan dari pada pemerintah daerah," ucap Hadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement