Senin 09 Dec 2019 16:47 WIB

KPK Selamatkan Potensi Kerugian Negara Senilai Rp 63 Triliun

Potensi kerugian negara yang diselamatkan KPK berasal dari misi pencegahan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan sambutan saat membuka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia atau Hakordia di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan sambutan saat membuka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia atau Hakordia di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara senilai Rp 63 triliun dalam misi pencegahan. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan jumlah itu sepanjang periodesasi kepemimpinnya pada 2015-2019. Dari angka triliunan tersebut, di antaranya, kata Agus dari hasil peyelamatan sejumlah aset milik negara.

“Kami laporkan, hasil dari pencegahan. Pencegahan ini penting,” kata Agus saat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Harkodia) 2019, di Gedung KPK, Jakarta Selatan (Jaksel), Senin (9/12).

Baca Juga

Agus mengatakan, laporannya tentang penyelamatan uang negara tersebut harus ia sampaikan, karena selama ini KPK dipandang terlalu mengedepankan masalah korupsi dalam hal penindakan.

Agus mengatakan, dari sisi pencegahan korupsi, KPK membagi hasil yang telah diklaim ke dalam tiga kategori. Nilai Rp 63,9 triliun tersebut kata Agus, senilai Rp 34,7 triliun merupakan hasil dari kegiatan monitoring penyelenggaraan pemerintahan dan negara.

Sedangkan kegiatan kordinasi dan supervisi untuk penyelamatan aset negara, tercatat senilai Rp 29 triliun. Adapun dari penyelamatan uang negara dalam jenis gratifikasi, senilai Rp 159 miliar.

Soal kemajuan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2019, KPK optimistis mengalami kenaikan. Meski belum dirilis, mengacu IPK 2018, Indonesia punya nilai 38 dari skala 100. Nilai tersebut, cuma naik satu dari 2017, dengan nilai 37 angka.

“Persepsi korupsi kita, itu trennya membaik,” ujar Agus.

Namun Agus mengakui, peningkatan persepsi korupsi tersebut, sulit naik karena, baromoter persepsi yang tak melulu mengacu pada pencegahan, pun penindakan korupsi.

Agus menerangkan, variasi nilai persepsi korupsi mengikutkan aspek politik, persoalan perekomian, dan persaingan usaha, bahkan lintas negara. Sebab itu, Agus mengatakan, tak bisa hanya mengandalkan KPK dalam memajukan IPK Indonesia.

“Mewujudkan IPK ini agar naik, bukan hanya KPK. Tetapi Presiden, sebagai panglima pemberantasan korupsi harus bisa bersama-sama meningkatkan indeks persepsi ini,” terang Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement