REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pengamat intelijen Ridlwan Habib menyarankan agar seluruh pihak tidak hanya waspada terhadap teror yang kemungkinan terjadi pada akhir tahun saja, karena teror juga sangat berpotensi terjadi pada awal 2020.
Ridlwan Habib di Jakarta, Rabu (5/12), mengatakan, saran memperpanjang kewaspadaan tersebut karena berkaca pada kejadian bom Thamrin pada Januari 2016.
Ketika itu, kewaspadaan tingkat tinggi dilakukan pada akhir 2015, yaitu pada momen menjelang perayaan Natal sampai Tahun Baru 2016.
"Yang terjadi adalah serangan dilakukan di bom Thamrin Sarinah pada 11 Januari 2016 artinya setelah kewaspadaan itu turun," kata dia.
Artinya, kata dia, jangan sampai kewaspadaannya hanya terfokus pada beberapa hari di 25, 31 Desember, dan 1 Januari saja, hal itu karena pola yang dipakai pelaku teror kian waktu terus berubah.
Untuk akhir 2019 sampai Januari 2020 ini, menurut Ridlwan, cukup berpotensi terjadi serangan teror, namun modelnya sedikit berubah kalau dibandingkan dengan kejadian pada tahun-tahun sebelumnya.
"Mereka menunjukkan konsistensi dan eksistensi bahwa mereka tetap eksis dan ada di Indonesia, untuk menunjukkan itu pada pimpinan mereka (ISIS) Abu Ibrahim Al Hashimi yang menjadi amir khilafah mereka di Suriah," katanya.
Kemudian metode yang mungkin dipergunakan para pelaku teror tersebut menurut dia, serupa dengan yang terjadi pada mantan Menkopolhukam Wiranto.
"Serangan kecil menggunakan pisau, bahan-bahan yang ada di sekitar kita, dilakukan secara khusus kepada figur-figur atau orang-orang yang dianggap menjadi musuh mereka," ujar Ridlwan.