Rabu 04 Dec 2019 13:38 WIB

Bamsoet Mundur, Airlangga tak Ada Lawan

Airlangga diperkirakan akan melenggang mulus jadi ketum Golkar usai Bamsoet mundur.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (kanan kedua), bersam Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) dan Ketua Penyelenggara Munas Golkar Melchias Marcus Mekeng (kiri) membuka acara Musyawarah Nasional ke-10 Partai Golkar, di Jakarta, Selasa (3/12). Airlangga diyakini bakal mulus jadi ketum Golkar.
Foto: Thoudy Badai_Republika
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (kanan kedua), bersam Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) dan Ketua Penyelenggara Munas Golkar Melchias Marcus Mekeng (kiri) membuka acara Musyawarah Nasional ke-10 Partai Golkar, di Jakarta, Selasa (3/12). Airlangga diyakini bakal mulus jadi ketum Golkar.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) resmi menyatakan mundur dari kontestasi pemilihan Ketua Umum Partai Golkar. Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai aklamasi untuk Airlangga Hartarto akan semakin terbuka lebar.

Ia mengatakan, Bamsoet merupakan pesaing terkuat Airlangga dalam memperebutkan kursi nomor 1 Partai Golkar. Sebab, kader lain dari partai tersebut tak memiliki elektabilitas yang sepadan dengan Ketua MPR itu.

Baca Juga

"Nampaknya akan melenggang mulus untuk terpilih menjadi Ketum Golkar secara aklamasi tanpa ada lawan tanding yang sepadan, yang secara terbuka berani melawan Airlangga," ujar Pangi kepada Republika.co.id, Rabu (4/12).

Mundurnya Bamsoet dari calon Ketua Umum Partai Golkar juga bukan merupakan sebuah kejutan. Pasalnya, ia tidak pernah benar-benar secara terbuka menyatakan untuk menghadapi Airlangga.

"Dari awal memang Bamsoet setengah hati dan tidak berani head to head atau tanding secara terbuka dengan Airlangga Hartato, jadi kita tidak kaget," ujar Pangi.

Akan tetapi, jika Airlangga terpilih secara aklamasi, Pangi menilai itu merupakan sinyal buruk bagi Partai Golkar. Sebab, selama pengalaman partai berlambang pohon beringin itu, belum pernah terjadi aklamasi dalam memilih ketua umum.

Hal itu dinilainya dapat menghambat iklim demokrasi dalam Partai Golkar. Serta, dapat melahirkan tren oligarki dan feodal di pemerintahan di kemudian hari.

"Ada gejala partai politik mulai tidak demokratis, wajar mengelola negara nanti bisa tidak demokratis, mustahil mengelola negara secara demokratis," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center itu.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement