REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ratusan jamaah korban penipuan perjalanan ibadah umroh First Travel kecewa dengan hasil sidang putusan perdata aset di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin (2/12). Sidang tidak dihadiri para tergugat, bos Fist Travel, Andika Surachaman, dan Kepala Kejaksaan Agung c/q Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Depok.
Sidang dimulai pukul 10.30 WIB dan berakhir pukul 12.00 WIB. Sidang dipimpin hakim Raymon Wahyudi. "Majelis hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima, dan menghukum para tergugat Rp 811 ribu," tegas Raymon yang membacakan putusan.
Ketika hasil putusan diketuk palu oleh Ketua Majelis Hakim Raymon Wahyudi, ratusan jamaah yang memadati ruang sidang maupun di luar ruang sidang berteriak histeris dan kecewa. "Putusan hakim tidak jelas, kalau begini saya minta uang saya kembali," ujar seorang jamaah asal Tangerang, Madani.
Menurut Madani, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) harus bertanggungjawab karena menggeluarkan izin perusahaan biro perjalanan umrah dan haji First Travel. "Kemenag yang memberi izin dan harus bertanggungjawab jika ada masalah, jangan lepas tanggungjawab. Buat apa ada banding lagi, saya sudah tidak percaya lagi sama hakim. Orang bego saja tahu, kalau itu uang kami, kok putusannya aset disita negara, bagaimana pola pikir majelis hakim," tuturnya.
Seorang jamaah lainnya, Suminah menegaskan sangat kecewa dengan putusan majelis hakim. "Sangat kecewa, saya tidak ridho. Pengadilan tidak berpihak kepada kita, putusannya tidak jelas. Sekarang, kami jamaah minta pemerintah bertanggungjawab untuk memberangkatkan kami umrah," terangnya.
Juru bicara 30 ribu jamaah, Natali mengatakan tidak akan berharap banyak pada proses pengadilan dan lebih berupaya untuk bernogosiasi dengan pemerintah dalam hal ini Kemenag. Pihaknya, sudah mengirim surat ke Kemenag pada 25 November 2019 dan langsung mendapat surat tanggapan dari Kemenag pada 28 November 2019.
"Kami menyambut gembira karena sudah mendapat jawaban bahwa Kemenag akan bertanggungjawab memberangkatkan umrah 63 ribu korban First Tarvel secara bertahap," tuturnya.
Menurut Natali, berdasarkan UU, penyelenggaraan perjalanan ibadah haji dan umrah yang dapat dilakukan pemerintah dilakukan jika terdapat keadaan luar biasa atau kondisi darurat. "Pak Menteri Agama sudah minta data yang akurat dan segera data basenya akan kita kumpulkan. Kami sudah menunjuk beberapa koordinator dan meminta jamaah yang belum terdaftar segera mendaftar. Kami akan urus jamaah yang sudah lunas pembayarannya. Saat ini yang mendaftar sudah 30 ribu jamaah. Kepastian kapan diberangkatkan para jamaah, kita tunggu kebijakan Kemenag," jelasnya.
Sebanyak 3.200 jamaah korban penipuan perjalanan umrah First Travel melakukan gugatan perdata aset dan bos First Travel Andika Surachman dengan gugatan sebesar Rp 49 miliar. Para jamaah itu terkelompok menjadi lima penggugat yakni, Penggugat I sebesar Rp 20 miliar, Penggugat II sebesar Rp 2 miliar, Penggugat III sebesar Rp 26,841 miliar, Penggugat IV sebesar Rp 84 juta dan Penggugat V sebesar Rp 41,9 juta.
Majelis hakim menilai gugatan perdata First Travel tidak jelas, namun dissenting opinion (DO). Para penggugat adalah jamaah dan agen yang menjadi lima penggugat.
"Menimbang bahwa uraian pertimbangan dan fakta hukum maka majelis hakim, melihat ada penggugat tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu penggugat I,II, III, IV dan V tidak memiliki kedudukan sah sehingga majelis hakim menilai gugatan ini cacat formil," terang anggota majelis hakim, Nugraha Medica Prakasa.
Humas PN Depok Nanang Herjunanto menegaskan bahwa putusan majelis hakim untuk gugatan perdata aset First Travel tidak dapat diterima, dan menghukum para tergugat Rp 811 ribu. "Bagi para pihak yang tidak menerima putusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum banding dalam waktu 14 hari," jelasnya.