Kamis 28 Nov 2019 13:39 WIB

Demokrat Nilai Usulan PBNU Langkah Mundur Demokrasi

PBNU mengusulkan pilpres kembali dipilih oleh MPR.

Rep: Ali Mansur, Antara/ Red: Andri Saubani
Benny Kabur Harman
Foto: antara
Benny Kabur Harman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana mengembalikan pemilihan presiden (pilpres) melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI kembali mengemuka. Salah satunya, usulan dari para kiai yang disampaikan oleh Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU). 

Menyikapi usulan tersebut, Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR RI, Benny K Harman mengatakan fraksinya menolak UUD 1945 diamendemen untuk mengubah mekanisme pilpres. Karena baginya, usulan mengembalikan pilpres kepada MPR RI merupakan langkah mundur dalam berdemokrasi.

Baca Juga

"Usul mengembalikan pilpres oleh MPR adalah usul dari kelompok yang menghendaki demokrasi komunal dilestarikan dalam sistem politik di Indonesia," ujar Benny saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/11).

Padahal, lanjut Benny, demokrasi komunal bertentangan dengan hakekat dari demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi martabat pribadi setiap manusia. Dalam demokrasi, setiap individu mendapatkan tempat yang istimewa.

Termasuk dalam menentukan pilihannya pada saat pilpres, pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Sehingga presiden, legislator atau kepala daerah yang terpilih adalah pilihan rakyat.

"Karena ini adalah demokrasi maka rakyat yang berkuasa. Kekuasaan itu milik rakyat maka rakyat yang memilih pemimpinnya,” tambah Benny.

Sementara, Benny menilai, dengan kembali ke demokrasi komunal, individu hanya menjadi skrup demokrasi. Demokrasi komunal juga bertentangan dngn paham daulat rakyat (semangat republikan) yang telah menjadi konsensus dasar bangsa dan negara Indonesia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan Pancasila.

Terkait alasan ongkos politik yang mahal, maraknya politik uang dari pilpres langsung, menurut Benny, yang seharusnya diperbaiki sistemnya bukan cara pemilihannya. Ia mengakui sistem pemiihan umum saat ini memiliki ruang yang cukup lebar untuk terjadinya politik uang.

Akibatnya, yang keluar sebagai pemenang adalah para preman politik dan pemilik modal. Namun meskipun pilpres dikembalikan menjadi tidak langsung tetap saja memiliki resiko adanya politik uang.

"Sistemnya yang harus diperbaiki untuk mencegah biaya tinggi dan menutup money politic," tegasnya.

Selain itu Benny juga mengakui, memang pilpres langsung menimbulkan konflik horizontal atau adanya pembelahan di tengah-tengah masyarakat. Namun, konflik itu selalu mungkin terjadi dalam sistem langsung pun tdak langsung.

Bahkan, kata Benny, pemilihan anggota MPR RI atau DPR RI juga potensial memicu konflik jika yang terpilih tidak sejalan dengan kehendak rakyat. Karena itu, ia menegaskan Partai Demokrat akan berdiri paling depan untuk menolak wacana mengembalikan pilpres atau pilkada melalui MPR RI dan DPRD.

“Memang ada konflik tapi itu bukan alasan untuk kembali ke masa lalu, seperti masa Orde Baru. Tegakkan aturan hukumnya," terang Benny.

photo
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) berbincang dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, saat berkunjung ke Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjelaskan aspirasi kiai NU soal pemilihan presiden dan wakil presiden. Menurutnya, jika menimbang dan melihat mudharat dan manfaat pilpres langsung itu berbiaya tinggi. Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam.

Said Aqil mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. "Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu," kata Said Aqil.

Said Aqil mengatakan, para kiai dan ulama saat Munas di Pondok Pesantren Kempek Cirebon pada 2012, berpikir mengusulkan pilpres kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Namun,  Said Aqil menegaskan, bahwa itu hanya suara kiai dan para alim ulama dan bukan suara Pengurus Tanfiziah (Dewan Pelaksana) PBNU.

"Itu suara kiai-kiai, bukan tanfiziah. Kalau tanfiziah, namanya konferensi besar (Konbes) di bawah Muktamar. Di NU begitu," jelas Said Aqil.

Ketua DPR Puan Maharani juga telah menanggapi PBNU yang mengusulkan agar pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR. Menurutnya, hal tersebut baru sekadar wacana.

"Wacana tersebut kan masih menjadi satu wacana, yang harus kita lihat itu kajiannya, apakah kita kembali ke belakang mundur, apakah itu akan ada manfaat dan faedahnya ke depan," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (28/11).

Namun, Puan menilai untuk pilkada langsung telah dilaksanakan beberapa kali. Selama proses tersebut menurutnya berjalan baik dan lancar.

"Walau ada case by case yang tidak sesuai harapan kita itu bukan berarti pemilu tidak berjalan baik dan lancar," ujarnya.

[video] Menanggapi Wacana Presiden Tiga Periode

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement